Laman

Minggu, 04 Januari 2009

ternyata tuhan masih manyayangiku # bagian 1

Pagi ini, aku disibukkan dengan tugas kuliah yang menumpuk tadi malam. Yupz... tadi malam aku tertidur karena kelelahan, kali ini lelahnya bukan main. namun aku masih bisa bangun di pagi-pagi buta, di saat sebagian makhluk-Nya tertidur pulas dalam keletihan. Kuangkat tubuhku yang kaku dari selimut yang kupakai sebagai alas tidur. Terasa berat sekali bagaikan mengangkat tumpukan besi tua ketika beranjak dari tempat ini, hanya bisa duduk sambil menyadarkan diri yang belum sepenuhnya sadar dari kematian sementara. Aghh,, sesekali memiringkan pinggang dan kepala kekanan-kekiri untuk melemasakan otot-otot yang sempat kaku karena tidurku hanya beralaskan lantai dan kain selimut tipis. Kulihat jam dinding butut kesayanganku yang hanya satu-satunya ada di rumahku, telah menunjukkan pukul 3 lebih 4 menit.

Allahu Akbar Allaa........aaahu Akbar
genderang telingaku bergetar, mendengar pujian tuhan yang bagiku itu merupakan puisi terindah yang tak mampu tersaingi dengan karya pujangga di manapun yang pernah kutemui. Sejenak ku menutup mata berpikir dan merenung tentang kehidupan dan penciptaannya. Tiba-tiba tak tertahan air mata ini menetes. Detak jantungku semakin kencang, dag,,dig,,dug,,, sekujur tubuhku bergetar semakin kencang dan semakin kencang lagi..... namun, terhenti sejenak. Ya Tuhan begitu besarkah Engkau di mata mereka yang menyerukan puji-pujian untuk-Mu, begitu maha penyayangnya Engkau bagi seluruh makhluk-Mu di muka bumi ini. Semoga mereka yang pagi ini terbangun dan tunduk sujud pada-Mu, Engkau angkat pada derajat yang lebih tinggi dan ampunilah dosa-dosa mereka. Bagi mereka yang masih tertidur pulas semoga engkau berikan keselamatan dikala mereka telah bangun. Pintaku pagi itu.

Seperti biasa kukayuhkan sepeda bututku menuju kampusku tercinta. Sepeda hasil keringat dan perjuanganku setengah tahun terakhir ini, yang sering kuanggap sebagai "kawan setiaku" . Kampus nan asri, sejuk, nyaman, yang jelas sebagai tempat menemaniku mengenal tentang penciptaan langit dan bumi. Tak lama dari rumahku 13 menit lebih sedikit aku telah sampai di tempat parkir yang biasa kutempati untuk mengistirahatkan kawanku yang kelelahan. Tempatnya kecil, agak pinggir dari tempat mereka yang biasa memarkirkan motor mulus layaknya motor yang dipajang di Show-Room pameran.

Tuhan, ternyata Engkau masih menyayangiku.
Kulihat kerumunan kawan-kawanku yang berebut tempat untuk hanya sekedar melihat pengumuman kecil yang dipajang di depan tempat biasa kami bercakap-cakap. Muka masam kulihat dari mereka yang telah beranjak meninggalkan papan pengumuman. Aku semakin penasaran, apa yang terjadi? seorang dari kawan baikku menghampiri dan mengungkapkan kalau namaku sepertinya belum ada dalam daftar pengumuman itu. Ragu bercampur seribu tanya dalam pikirku. Akhirnya kulangkahkan kakiku menuju papan pengumuman itu. oh ternyata pengumuman hasil ujian. Hah! betapa kagetnya aku. Lantas mengapa namaku tidak ada? dengan seribu rasa ragu kuteliti satu persatu nama yang ada mulai dari atas sampai bawah yang jumlahnya hampir 300-an nama dan panjangnya kira-kira delapan kertas ukuran folio.

Sesampainya di nomor terakhir, namun tak kutemukan namaku juga. Aku semakin bertanya-tanya. Ah tidak mungkin! kuulangi lagi pencarian itu, karena ku yakin pasti ada. Pncarianku agak terasa bingung karena penulisan nama tidak urut dari nomor mahasiswa yang terkecil ke yang terbesar, justru diacak, entah mengapa begitu. Satu kali kuulangi namun tak memberikan hasil jua, aku menyerah. Dengan rasa putus asa kuhampiri dosen yang mengampu mata kuliah itu. Perasaanku semakin menjadi. Jangan-jangan nilaiku tidak keluar karena salah satu tugas beliau waktu itu ada yang belum aku lengkapi. Aduh! gimana ni..... padahal mata kuliah ini tergolong mata kuliah yang tersulit di jagat fakultasku. Tahun lalu yang berhasil lolos dengan nilai A+ hanya 1 orang, yang lain hanya berkutik di angka 2 dan 1. Kali ini pun banyak yang mendapat nilai 1 dan terpaksa harus mengikuti RK. Diperparah lagi dengan sistem penilaian yang tidak mampu diterka-terka, banyak yang mengerjakan sesuai penjelasan dosen sewaktu kuliah bahkan persis dengan catatan yang ada, hasilnya hanya mendapatkan 2 saja.

Dengan langkah yang aku mantapkan, kuberanikan menuju ruang dosen. Selamat siang pak, apa bapak Slamet ada? tanyaku pada salah satu seorang pegawai yang berada di ruang administrasi jurusan. Yah sayang sekali mas, baru saja bapak Slamet keluar, jawabnya. Kira-kira keluar kemana ya pak? tanyaku lagi. Kurang tau ya, sepertinya beliau menghadiri seminar nasional di fakultas Teknik. Aduh fakultas itu jauh sekali dari sini, batinku. Ya sudah pak saya tunggu saja, terima kasih, salamku pada petugas administrasi tadi.

Tubuhku lemas, sedangkan waktu telah menunjukkan pukul 13:58. Ternyata tadi pagi aku belum sarapan, ibu belum sempat membelikanku makanan apalagi membuatkan sendiri. Karena malam sebelumnya uang bapak telah habis hanya untuk sekedar membayar hutang pupuk yang belum terlunasi bulan ini. Ya sudahlah aku puasa saja, niatku dalam hati. Toh tuhan pasti tau dan akan membalas apa yang aku lakukan untuk mengenal-Nya lebih dekat.

Hari ini yang semula akan kugunakan untuk mengerjakan tugas semalam yang belum sempat terselesaikan, justru waktuku habis untuk mengurus yang satu ini dan memahami yang baru saja aku alami. Seperti biasa aku merenung sejenak, sepertinya Tuhan memanggilku. Aku bingung dengan skenario Tuhan saat itu. Apa salahku ya? batinku dalam hati. Tidak ada rasanya, tapi hm,,,,, tidak ada juga... tapi, apa ya. Semakin kupikirkan semakin sulit pula kumenerkanya. Ya Tuhan, Engkau maha penyayang lagi maha pengasih. Berilah petunjuk-Mu, hamba-Mu di sini memerlukan pertolonganmu, tiada daya dan upaya hamba tanpa kekuatan-Mu wahai Tuhan Pengatur Alam dan Seisinya.

Tak lama dari perbincangan kami untuk mengisi waktu menunggu yang kosong di sela-sela pengumuman berikutnya, dosen yang kunanti telah terlihat dari kejauhan. Beliau sedang berjalan dengan langkah pelan namun pasti, sosok dosen yang disegani bukan karena jabatan atau harta yang beliau miliki. Tipikal dosen yang mengedepankan kedewasaan berpikir dan bertindak, yang mengerti betul mahalnya sebuah pilihan. Dari kejauhan terlihat jelas pancaran raut wajahnya yang khas. Begitu tenang dan enak bagi siapa saja yang melihatnya. Kecemasanku berangsur-angsur mulai memudar.

Setibanya di depan ruang dosen, aku langsung menghampiri beliau. Tanpa aku ucapkan sepatahkatapun, beliau langsung mempersilahkanku untuk berbincang-bincang di ruangannya, “ mari dik, ke ruangan saya ”, sambutan yang luar biasa bagiku. “ o iya pak “ sahutku dengan semangat membara. Aneh dosen satu ini, beliau seakan mengerti apa yang aku rasakan dan hendak kuutarakan. Setahuku beliau tidak begitu mengenalku. Sejak beliau mengajar selama satu semester tidak pernah sekalipun mencoba untuk mengenal anak didiknya, jarang juga untuk memanggil nama-nama mahasiswa satu-persatu. Namun, saat ini beliau mengerti apa yang kupikirkan. Bagaimana bisa, beliau mengetahui isi hatiku saat itu? Mungkinkah dosen ini salah orang?
bersambung...

2 komentar:

  1. cerpennya bagus, menyentuh batin, saya tunggu lanjutannya...

    BalasHapus
  2. cerpennya mengalir,
    seperti menulis di diary sendiri

    Mana neh lanjutannya?

    BalasHapus

silahkan berkomentar dengan baik,,,


Silahkan tinggalkan jejak anda di komentar postingan, untuk kunjungan balik saya. Terima kasih.... ^_^

Artikel populer