Laman

Kamis, 22 Januari 2009

TANTANGAN PENYULUHAN DAN KEBERHASILAN PEMBANGUNAN PERTANIAN

Pendahuluan
Bagi bangsa Indonesia, pertanian bukan hanya sekedar bercocok tanam, menghasilkan bahan pangan. Pertanian sudah menjadi bagian budaya, sekaligus nadi kehidupan sebagian besar masyarakat. Tidak berlebihan dikatakan, maju mundurnya bangsa Indonesia sangat bergantung pada keberhasilan membangun sektor pertanian. Ragam model pendekatan pembangunan pertanian telah mewarnai sejarah pertanian Indonesia. Hampir setiap pergantian masa pemerintahan, umumnya diikuti munculnya ide dan konsep baru pembangunan pertanian. Model BIMAS, Corporate Farming dan Sistem Agribisnis, merupakan contoh pendekatan pembangunan pertanian yang pernah diterapkan.

Menurut Sanusi (2006), setiap konsep pembangunan yang diterapkan, selalu menekankan pentingya peningkatan kualitas SDM pertanian (petani, pengusaha, birokrat dan teknokrat pertanian), yang merupakan faktor kunci dalam keberhasilan pembangunan pertanian. Penyuluhan pertanian, sebagai bagian integral pembangunan pertanian, merupakan salah satu upaya pemberdayaan petani dan pelaku usaha pertanian lainnya untuk meningkatkan produktivitas, pendapatan dan kesejahteraannya. Karenanya, kegiatan penyuluhan pertanian harus dapat mengakomodasikan aspirasi dan peran aktif petani dan pelaku usaha pertanian lainnya melalui pendekatan partisipatif.

Isu-isu strategis yang dihadapi dalam proses pembangunan di berbagai negara termasuk di dalamnya pembangunan pertanian dan pedesaan antara lain mencakup desentralisasi, liberalisasi dan privatisasi serta demokratisasi (Nauchatel, 1999). Suatu konsekuensi logis bagi penyuluhan pertanian sebagai salah satu pilar utama dalam pembangunan pertanian adalah perumusan strategi mensikapi isu strategis tersebut. Konsekuensi serta strategi baru tersebut semestinya mendapat perhatian dan pemikiran yang mendalam sehingga penyuluhan pertanian tetap memiliki komitmen kuat memberikan pelayanan terbaik pada client dengan sasaran akhir peningkatan kesejahteraan petani.

Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, otoritas penyuluhan pertanian juga telah didelegasikan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah tingkat kabupaten. Meskipun masih perlu didukung dengan data-data empiris, kecenderungan umum menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah daerah kurang pro terhadap kegiatan terkait penyuluhan pertanian. Kinerja dan aktivitas penyuluhan pertanian yang menurun antara lain disebabkan oleh: perbedaan persepsi antara pemerintah pusat dengan daerah dan antara eksekutif dengan legislatif terhadap arti penting dan peran penyuluhan pertanian, keterbatasan alokasi anggaran untuk kegiatan penyuluhan pertanian dari pemerintah daerah, ketersediaan materi informasi pertanian terbatas, penurunan kapasitas dan kemampuan managerial dari penyuluh serta penyuluh pertanian kurang aktif untuk mengunjungi petani dan kelompoknya, kunjungan lebih banyak dikaitkan dengan proyek.

Pembangunan Pertanian
Sektor pertanian hingga kini masih tetap memiliki peranan yang strategis dalam pembangunan nasional, baik bagi pertumbuhan ekonomi maupun pemerataan pembangunan. Peranan strategis sektor pertanian bagi pertumbuhan ekonomi antara lain ditunjukkan oleh kedudukan sektor pertanian sebagai kontributor penting dalam: (1) pembentukan Produk Domestik Bruto; (2) penyediaan dan peningkatan devisa negara melalui ekspor hasil pertanian; serta (3) penyediaan bahan baku industri. Berkaitan dengan peranan sektor pertanian tersebut, Pemerintah telah menetapkan agenda pembangunan ekonomi yang didasarkan kepada sektor pertanian melalui pencanangan Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) pada tanggal 11 Juni 2005 oleh Presiden.

Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan merupakan salah satu dari “Triple Track Strategy” Kabinet Indonesia Bersatu dalam rangka pengurangan kemiskinan dan pengangguran, serta peningkatan daya saing ekonomi nasional. Sejalan dengan kebijakan pemerintah tersebut, Departemen Pertanian telah menetapkan visi pembangunan pertanian yaitu ; “Terwujudnya Pertanian Tangguh untuk Pemantapan Ketahanan Pangan, Peningkatan Nilai Tambah dan Daya Saing Produk Pertanian serta Peningkatan Kesejahteraan Petani”.

Menurut Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan menyebutkan; bahwa untuk lebih meningkatkan peran sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan, diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas, andal, serta berkemampuan manajerial, kewirausahaan, dan organisasi bisnis sehingga pelaku pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan mampu membangun usaha dari hulu sampai dengan hilir yang berdaya saing tinggi dan mampu berperan serta dalam melestarikan hutan dan lingkungan hidup sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan.

Penyuluhan Sebagai Agen Perubahan
Istilah “penyuluhan” atau “extension” telah digunakan pada pertengahan abad 19 oleh Universitas Oxford dan Cambridge. Istilah lain dalam bahasa Belanda yaitu voorlichting”, dalam bahasa Jerman dikenal sebagai „beratung“, Perancis sebagai vulgarization” dan Spanyol sebagai „capacitation“. Dari kepustakaan yang dijumpai, bisa disimpulkan bahwa penyuluhan diartikan sebagai pendidikan luar sekolah demi terwujudnya kehidupan yang lebih sejahtera bagi keluarga dan masyarakat (Mardikanto, 2003).

Sebagai ilmu pada awal kegiatannya penyuluhan pembangunan dikenal sebagai Agricultural Extension (penyuluhan pertanian), terutama di beberapa Negara seperti AS, Inggris dan Belanda. Disebabkan penggunaannya berkembang di bidang-bidang lain, maka berubah namanya menjadi Extension Education, dan di beberapa Negara lain disebut Development Communication (Slamet, 2003).

Batasan penyuluhan bisa dilihat dari pendapat beberapa pakar. Mardikanto (2003), mengartikan penyuluhan sebagai proses perubahan sosial, ekonomi, dan politik untuk memberdayakan dan memperkuat kemampuan masyarakat melalui proses belajar bersama yang partisipatif, agar terjadi perubahan perilaku pada diri semua stakeholder (individu, kelompok, kelembagaan) yang terlibat dalam proses pembangunan, demi terwujudnya kehidupan yang semakin berdaya, mandiri, partisipatif, dan sejahtera secara berkelanjutan. Selanjutnya menurut Asngari (2003), dinyatakan bahwa penyuluhan adalah kegiatan mendidik orang (kegiatan pendidikan) dengan tujuan mengubah perilaku klien sesuai dengan yang direncanakan / dikehendaki yakni orang makin modern. Ini merupakan usaha mengembangkan (memberdayakan) potensi individu klien agar lebih berdaya secara mandiri.

Dari segi suatu disiplin ilmu, Margono Slamet (2003) menyatakan bahwa ilmu penyuluhan pembangunan adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari bagaimana pola perilaku manusia pembangunan terbentuk, bagaimana perilaku manusia dapat berubah atau diubah sehingga mau meninggalkan kebiasaan lama dan menggantinya dengan perilaku baru yang berakibat kualitas kehidupan orang yang bersangkutan menjadi lebih baik.

Penyuluh bisa dipandang sebagai agen perubahan (change agent) yang merupakan seorang profesional yang mempengaruhi sasaran penyuluhan untuk mengadopsi suatu inovasi agar sesuai dengan tujuan penyuluhan sebagaimana diharapkan. Dalam pandangan Rogers (1969) fungsi dari penyuluh sebagai agen perubahan diantaranya yaitu menjembatani antara dua sistem, yaitu sistem sosial masyarakat sasaran dan sistem pemerintah yang menyelenggarakan pembangunan (penyuluhan). Penyuluh harus bisa mengkomunikasikan antara kebijakan pembangunan pemerintah sebagai sebuah inovasi yang disampaikan kepada sasaran, dan kebutuhan masyarakat sasaran serta umpan balik dari sasaran atas program yang mereka terima. Keberhasilan penyuluh dalam menjembatani kedua sistem tersebut tergantung dari sejauhmana proses perubahan secara terencana itu dilaksanakan.

Menurut Chamala dan Singi (1997), penyuluhan pada masa lalu lebih menekankan kepada transfer teknologi, dimana penyuluh di pedesaan menyampaikan teknologi dari stasiun penelitian kepada para petani dengan menggunakan pendekatan individu, kelompok dan metode mass media. Kemudian penyuluhan berkembang menjadi peran sebagai pengembangan teknologi, dengan menjadi jembatan penghubung antara riset / penelitian dengan kebutuhan kelompok komunitas sasaran dan membantu memfasilitasi pengembangan teknologi yang sesuai. Pendekatan tersebut semuanya tidak terlepas dari adanya kelompok petani. Beberapa peran penyuluhan bisa dirumuskan untuk membantu anggota komunitas pedesaan mengorganisir dirinya, dan difokuskan menjadi empat peran yaitu sebagai berikut :

1. Peran pemberdayaan. Peran pemberdayaan terhadap petani sasaran merupakan pendekatan baru dari penyuluhan. Penyuluh perlu mengembangkan landasan filosofis yang baru dimana peran mereka adalah untuk membantu petani dan penduduk pedesaan mengorganisir dirinya dan mengambil tanggungjawab terhadap pertumbuhan dan pengembangannya. Makna pemberdayaan berarti menjadikan mereka mampu agar mereka mempunyai inisiatif. Bagi para penyuluh di pedesaan, memberdayakan adalah tindakan membantu komunitas untuk membentuk, mengembangkan, dan meningkatkan daya dan kemampuannya melalui kerjasama, berbagi dan bekerja bersama.

2. Peran pengorganisasian komunitas. Tenaga penyuluh di pedesaan harus belajar prinsip-prinsip pengorganisasian komunitas dan keterampilan manajemen kelompok agar supaya bisa membantu komunitas terutama golongan miskin untuk mengorganisasikan dirinya dalam pembangunan. Pemahaman tentang struktur, norma-norma, aturan dan peran dalam kelompok akan membantu pemimpin kelompok untuk merencanakan, menerapkan dan memonitor program-program.

3. Peran pengembangan sumber daya manusia. Pendekatan pengembangan sumber daya manusia akan memberdayakan masyarakat sasaran dan memberikan makna

4. Peran pemecahan masalah dan pendidikan. Pemecahan masalah adalah peran yang penting, namun peran ini sedang berubah dari menyediakan pemecahan masalah teknis menjadi peran untuk memberdayakan organisasi petani dalam memecahkan permasalahan mereka sendiri. Hal ini bisa dicapai dengan membantu mereka untuk mengenali permasalahan dan menemukan jawaban yang tepat dengan melakukan kombinasi antara pengetahuan lokal dengan teknologi yang ada dengan memanfaatkan sumber daya mereka secara tepat.

Menurut Undang-undang RI Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan menyebutkan; fungsi sistem penyuluhan meliputi:
1. memfasilitasi proses pembelajaran pelaku utama dan pelaku usaha
2. mengupayakan kemudahan akses pelaku utama dan pelaku usaha ke sumber informasi, teknologi, dan sumber daya lainnya agar mereka dapat mengembangkan usahanya
3. meningkatkan kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan pelaku utama dan pelaku usaha
4. membantu pelaku utama dan pelaku usaha dalam menumbuhkembangkan rganisasinya menjadi organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi, produktif, enerapkan tata kelola berusaha yang baik, dan berkelanjutan
5. membantu menganalisis dan memecahkan masalah serta merespon peluang dan tantangan yang dihadapi pelaku utama dan pelaku usaha dalam mengelola usaha
6. menumbuhkan kesadaran pelaku utama dan pelaku usaha terhadap kelestarian fungsi lingkungan
7. melembagakan nilai -nilai budaya pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang maju dan modern bagi pelaku utama secara berkelanjutan.

Tantangan Masa Depan Penyuluhan
Penyuluhan pertanian di negeri ini mengalami zaman keemasan saat awal pemerintahan Orde Baru hingga pertengahan tahun 80-an. Pada periode tersebut suasananya sangat kondusif bagi pengembangan sektor pertanian. Sebab titik berat pembangunan nasional ditumpukan pada sektor ini. Penyuluhan pada periode tersebut menjadi bagian paling menentukan terhadap keberhasilan pembangunan pertanian secara keseluruhan. Sistem yang dikemas dalam pola latihan dan kunjungan (Laku) telah mengantarkan negeri ini menorehkan tinta emas mencapai swasembada beras untuk pertama kali pada 1984.

Pada awal era revolusi hijau pola itu memang sangat cocok dengan situasi dan kondisi saat itu. Petani baru mulai beralih dari teknologi tradisional menuju penerapan teknologi baru yang berbasis pada sarana produksi modern. Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) kala itu cukup berbekal pengetahuan panca usaha tani saja. Mereka mampu menggerakkan petani mengikuti anjuran teknologi budidaya dengan target akhir pada peningkatan produksi dan produktivitas usaha tani. Tanpa kendala yang cukup berarti target itu dapat tercapai ditandai pemberian piagam penghargaan oleh Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) di Roma untuk keberhasilan Indonesia meraih swasembada beras.

Tahun keemasan itu tidak berlangsung lama. Terjadi "kecelakaan sejarah" pembangunan ekonomi di negeri ini. Titik berat pembangunan ekonomi digeser pada sektor industri di saat pondasi perekonomian nasional (sektor pertanian) belum benar-benar kokoh. Pemerintah Orde Baru terlalu cepat tinggal landas menjadi negara industri. Ketika krisis ekonomi menerpa negeri ini pada 1997 pondasi ekonomi nyaris hancur. Terpinggirnya sektor pertanian menyebabkan secara lambat namun pasti kejayaan penyuluhan pertanian memudar, puncaknya terjadi pada pasca era Orde Baru. Pada era ini penyelenggaraan penyuluhan pertanian ibarat mati segan hidup tak hendak. Kelembagaan penyuluhan pertanian di tingkat provinsi tidak jelas, sedangkan di tingkat kabupaten/kota keberadaannya dikesampingkan.

Paradigma penyuluhan pun belum banyak beranjak dari paradigma lama. Menurut Sumarno (2005), pelayanan penyuluhan pertanian abad XXI harus mendasarkan pada alih teknologi partisipatif yang mengakui adanya perbedaan kebutuhan teknologi, minat, pilihan, dan kemampuan petani. Informasi dan teknologi yang dibutuhkan petani saat ini bukan lagi melulu teknik produksi tetapi lebih pada aspek manajemen usaha. Juga analisis pasar, penumbuhan kelembagaan usaha, akses terhadap sumber modal, sistem jaminan mutu, dan promosi. Jika masih dibutuhkan penyuluhan yang sifatnya massal hal itu harus menyangkut pada aspek kebutuhan bersama petani. Antara lain pengendalian hama terpadu (PHT), efisiensi penggunaan air irigasi, perawatan dan pelestarian sumber daya pertanian.

Strategi penyuluhan pertanian modern di Indonesia nampaknya perlu diorientasikan pada penerapan ”segmented client oriented opproach”. Perlu dilakukan perubahan mindset dari birokrasi pusat dan lokal, hal ini seharusnya juga perlu terus didodong sehingga mereka menjadi lebih pro terhadap kebijakan penyuluhan pertanian. Program yang perlu dikembangkan antara lain pendidikan tentang arti penting penyuluhan dalam pembangunan pertanian dan kesejahteraan masyarakat baik terhadap birokrat, politisi serta legislatif yang memiliki otoritas kuat dalam membuat kebijakan terakit dengan penyuluhan pertanian.

Layanan jasa penyuluhan pertanian seharusnya mampu menunjukkan akan manfaat program kepada pemerintah daerah dengan menunjukan dampak positif yang akan diperoleh dengan adanya aktivitas penyuluhan Untuk mendukung hal tersebut serta dalam rangka mensikapi tuntutan global, para petani seharusnya juga mulai dididik dalam hal isu-isu yang terkait dengan globalisasi dan liberalisasi perdagangan termasuk didalamnya produk pertanian yang secara cepat atau lambat akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat petani.

Penyuluhan pertanian bukanlah suatu hal yang bisa ditangai secara mandiri namun memerlukan keterkaitan dan kerjasama antar lembaga, bukan hanya peneliti dan penyuluh namun juga antara petugas penyuluh dengan pelaku bisnis pertanian lainnya seperti pelaku pemasaran, transportasi, penyimpanan serta institusi terkait dengan pembangunan pedesaan.

Ke depan penyuluhan pertanian harus efektif dan efisien dengan melibatkan lebih banyak peran petani dan pelaku usaha pertanian lainnya. Metode penyuluhan harus bersifat partisipatif dan sistemik dengan memaduserasikan penyuluhan pertanian swaskarsa, swasta, dan pemerintah. Undang-undang yang mengatur sistem penyuluhan secara holistik dan komprehensif perlu segera diterbitkan seiring dengan semangat pemerintah untuk merevitalisasi peran sektor pertanian. Penyuluhan diharapkan menjadi batu pijakan dalam mewujudkan pembangunan pertanian yang tangguh, produktif, efisien, berdaya saing, dan berkerakyatan (Subandriyo, 2006)

Kesimpulan
Penyuluhan pertanian sebagai salah satu pilar utama pembangunan pertanian di Indonesia saat ini sedang menghadapi berbagai isu strategis yang antara lain desentraliasi, liberalisasi dan demokratisasi serta privatisasi. Terkait dengan hal tersebut, sangat diperlukan kajian-kajian yang mendalam sehingga dapat dirumuskan strategi baru penyuluhan pertanian yang tetap memberikan komitmen kuat dan orientasi untuk pelayanan penyuluhan pertanian yang terbaik bagi client-nya.

Era otonomi daerah nampaknya memiliki prospek yang baik bagi pengembangan penyuluhan pertanian. Meskipun beberapa indikasi empiris menunjukkan terdapat beberapa kelemahan dalam operasionalisasi penyuluhan pertanian, sebenarnya peluang untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi penyuluhan pertanian cukup besar. Diperlukan penyamaan persepsi antara eksekutif dan legislatif lokal tentang peran dan kontribusi penyuluhan dalam pembangunan pertanian dan masyarakat. Otonomi daerah memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih pendek, mengakomodasi isu-isu lokal serta kepihakan yang kuat pada potensi dan kepentingan masyarakat lokal sesuai kearifan local masing-masing daerah dalam penyuluhan pertanian.

Pustaka
Asngari, Pang S. 2003. Pentingnya Memahami Falsafah Penyuluhan Pembangunan dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat, dalam Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan . IPB Press – Bogor.

Chamala, Shankariah, dan P.M. Shingi. 1997. Establishing and Strengthening Farmer Organization. Di dalam : Improving Agricultural Extension : A reference manual. Ed by. Burton E. Swanson, Robert P. Bentz, dan Andrew J. Sofranko. Rome : FAO of the UN.

Mardikanto, Totok. 2003. Redefinisi dan Revitalisasi Penyuluhan Pembangunan, dalam Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. IPB Press – Bogor.

Neuchatel Group, 1999, Common Framework on Agricultural Extension, 19pp, Swiss Corporation Agency, 20 rue Monsieur, 75007, Paris, France.

Presiden Republik Indonesia. 2006. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Dan Kehutanan. Seri online: http://www.deptan.go.id/bpsdm/peraturan/ UU% 20No%2016%202006%20SP3K.pdf. diakses pada tanggal 31 Desember 2008.

Rogers, E.M. 1969. Modernization Among Peasant: The Impact Of Communication. New York: Holt, Rinehart, and Winston, Inc.

Sanusi, Umung Anwar. 2006. Membangun Pertanian Lewat Penyuluhan. Seri online: http://www.pks.or.id/v2/?op=isi&id=868 diakses pada tanggal 31 Desember 2008.

Slamet, Margono. 2003. Perspektif Ilmu Penyuluhan Pembangunan Menyongsong Era Tinggal Landas. Di dalam Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. IPB Press. Bogor.

Subandriyo, Toto. 2006. Penyuluhan dan Keberhasilan Pembangunan Pertanian. Seri online: http://www.suaramerdeka.com/harian/0605/20/opi04.htm diakses pada tanggal 31 Desember 2008.

Sumarno, Linggo. 2005. Teknologi Terapan untuk Masyarakat. Universitas Sanata Dharma Press. Yogyakarta.

2 komentar:

  1. maju terus pertanian indonesia

    BalasHapus
  2. oke deeh...sip tanpa pertanian,kita makan apa...???

    BalasHapus

silahkan berkomentar dengan baik,,,


Silahkan tinggalkan jejak anda di komentar postingan, untuk kunjungan balik saya. Terima kasih.... ^_^

Artikel populer