Laman

Rabu, 30 November 2011

8 Jenis palem menarik untuk taman

Salah satu jenis Family Arecaceae yang sangat banyak kita temui di sekitar kita maupun sudah ada di taman sekitar kita, ya! kita kenal sebagai tanaman palem. Karena tak lengkap rasanya membuat taman tanpa vegetasi yang satu ini. Ada beberapa informasi yang perlu kita ketahui dari 8 Jenis palem menarik untuk taman atau mungkin sebagai panduan untuk menanam palem untuk mempercantik taman yang sudah kita atau akan dibuat.

1. Chrysalidocarpus lutescens

Palem Kuning dengan nama latin Chrysalidocarpus lutescens ini adalah yang umum ditanam di taman dan juga bisa ditanam di pot. Vegetasi ini tumbuh antara 1 meter hingga 6 meter dengan batang antara 1 hingga 5 bahkan lebih. Warna helai daun hijau terang, cenderung kekuningan (sehingga disebut palem kuning). Daun ini memiliki pelepah daun yang cukup panjang dan menutupi batang yang beruas-ruas. Jumlah anak daun sekitar 80 hingga 100 lembar. Mayangnya dapat mencapai 1m dengan bunga berwarna kuning. Buah berdiameter hingga 2,5m dan berwarna kuning hingga ungu. Perbanyakannya relatif mudah karena dapat diperbanyak secara vegetatif.

2. Cocos nucifera

Vegetasi yang satu ini tidak asing dengan ‘mata’ kita. Dengan nama latin Cocos nucifera dan sering kita sebut dengan pohon Kelapa memang sangat familiar dan mudah tumbuh dimana saja. Palem ini mempunyai tinggi lebih dari 12 meter dengan daun mencapai 4-6 meter. Seperti yang kita ketahui, banyak sekali kegunaan dan manfaat pohon Kelapa. Batang dapat digunakan sebagai kolom penyangga dan buahnya tentu saja sangat berguna. Pohon Kelapa lebih bagus jika ditanam di hamparan rumput yang luas, walaupun bisa diletakkan di sudut area taman yang lain. Gambar di samping terlihat bahwa pohon ini sangat mudah tumbuh walaupun di dalam pasir di pinggir pantai.

3. Roystonea regia

Palem ini sering disebut dengan Palem Raja. Lebih sering ditanam di pinggir jalan atau median jalan karena bentuknya yang tinggi menjulang apalagi ditanam secara berjajar. Saya sudah mengulas tentang Jalan Ijen Kota Malang sebelumnya, yang menampilkan foto Palem Raja yang berjajar dan menambah keasrian dari jalan tersebut. Palem ini dapat tumbuh lebih dari lebih dari 15 meter dan mempunyai batang yang besar serta dapat ditanam di daerah tropis dan subtropis. Sebagai informasi, tumbuhan ini berasal dari daerah Karibia dan Amerika dan nama Roystonea diambil dari nama seorang insinyur yang bekerja di kemiliteran AS, Roy Stone.

4. Veitchia merrilli

Bernama latin Veitchia merrilli dan di Indonesia sering disebut Palem Putri bisa juga menjadi alternatif tanaman untuk taman Anda. Palem jenis ini sangat baik ditanam di daerah tropis seperti di Indonesia. Palem ini juga mempunyai buah seperti buah melinjo dan sering juga disebut dengan Christmas Palm karena buahnya yang bersinar bagai lampu natal. Palem ini cocok ditanam di taman bagian depan dimana sebagai area penerima. Dan tidak menutup kemungkinan diletakkan di taman bagian samping dan belakang. Sebagai tips pilihlah palem putri dengan ketinggian tidak lebih dari 4 meter karena palem ini bagus jika ditanam tidak terlalu tinggi.

5. Bismarckia nobilis

Bismarckia nobilis adalah salah satu keluarga palem dan sering disebut dengan Palem Bismarckia. Palem ini bisa dikatakan sebagai tanaman ornamental, karena bentuknya yang tidak terlalu tinggi dan cabang yang panjang serta daun yang melebar. Lebih cocok diletakkan pada suatu area yang membutuhkan penekanan pada desainnya.

6. Elaeis guineensis

Salah satu jenis palem yang sering disebut dengan African Oil Palm. Palem ini dapat menghasilkan minyak dari buahnya dan sering kita dengar dengan sebutan Kelapa Sawit. Lho Kelapa Sawit kok ditanam ya? Ternyata Kelapa Sawit juga bisa dibuat vegetasi yang bagus untuk mempercantik taman. Bentuknya cabang yang panjang, besar, dan dengan ketinggian mencapai 20 meter bisa dijadikan alternatif vegetasi untuk taman kita. Umurnya juga sangat panjang dan bisa mencapai 20 tahun. Palem ini bisa diletakkan pada area penerima sebagai point of interest (penanda). Namun tidak menutup kemungkinan tanaman ini diletakkan sebagai tanaman ornamen.

7. Livistona rotundifolia

Dengan nama latin Livistona rotundifolia, palem ini sering disebut dengan Palem Sadeng. Bentuknya yang tinggi menjulang seperti pohon Kelapa, namun yang membedakan adalah cabangnya yang unik. Kemudian garis-garis hitam pada batang akibat lepasnya cabang yang sudah tua, memberi perbedaan dari palem lainnya. Palem ini bisa menjadi alternatif penanda area privat antara rumah kita dengan tetangga.


8. Ptychosperma macarthurii

Palem ini sebelumnya bernama Ptychosperma bleeseri. Seperti halnya Chrysalidocarpus lutescens, Ptychosperma macarthurii juga sangat umum ditanam di dalam desain taman. Palem Kuning dan Palem Macarthurii bisa mempunyai cabang lebih dari satu menarik ya.... Palem ini bagus jika ditanam secara bergerombol, walaupun tidak menutup kemungkinan ditanam secara berjajar.

Pembahasan mengenai palem sebenarnya masih banyak. Dari 8 Jenis palem menarik untuk taman kita sambung pada artikel selanjutnya tentang palem yang lainnya. Semoga bahasan palem ini dapat bermanfaat dan bisa menambah khasanah perpaleman kita, mantabs... salam green...

Baca Selengkapnya >>

Minggu, 03 Januari 2010

Contoh Tugas TBT HS

Penggerek Umbi

Ulat Penggerek Daun/Umbi : Phthorimaea operculella Zell
Famili : Gelechiidae
Ordo : Lepidoptera

Nama umum : Phthorimaea operculella (Zeller, 1873)
Klasifikasi : Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Famili : Gelechiidae

Tanaman Inang
Serangga Phthorimaea opercullela atau lebih dikenal hama penggerek umbi kentang merupakan hama utama tanaman kentang. Hama ini sangat merusak terutama di daerah beriklim sedang. Hama ini tidak hanya merusak daun, melainkan juga menyerang umbi baik yang di lahan maupun yang disimpan di gudang. Keberadaan serangga ini harus kita antisipasi dan cegah agar tidak merusak lebih banyak lagi. Selain itu, tanaman inang OPT ini antara lain tomat, kecubung, bit gula, terung dan tembakau.

Gejala serangan
Daun yang terserang terlihat berwarna merah tua dan nampak adanya jalinan seperti benang yang membungkus ulat kecil berwarna kelabu. Kadang-kadang daun kentang menggulung yang disebabkan oleh ulat yang merusak permukaan daun sebelah atas, bersembunyi dalam gulungan daun tersebut.
Gejala serangan pada umbi dapat dilihat dengan adanya kotoran yang berwarna coklat tua pada kulit umbi. Apabila umbi tersebut dibelah akan kelihatan alur-alur yang dibuat oleh ulat sewaktu memakan umbi.
Kerusakan berat pada pertanaman kentang sering terjadi pada musim kemarau. Di dalam gudang penyimpanan, hama tersebut merusak bibit kentang yang disimpan selama 3 – 5 bulan sebelum tanam.
Hama penggerek umbi kentang menyerang tanaman kentang dengan dua cara yaitu : menggerek permukaan daun dan umbi kentang. Kerusakan yang diakibatkan oleh hama tersebut terjadi pada fase larva. Kerusakan pada daun yang diakibatkan oleh hama ini ditanda dengan adanya alur-alur (gerekan) pada tulang dan batang daun oleh larva hama tersebut. Kerusakan permukaan daun ini menyebabkan hilangnya jaringan daun untuk proses fotosintesis, matinya titik tumbuh, lemah dan rapuhnya batang. Sedangkan kerusakan kentang pada umbi tidak bisa dilihat langsung bila kita tidak mengambil umbinya terlebih dahulu. Umbi yang terserang hama ini terlihat adanya permukaan umbi yang tidak beraturan dan berlubang atau hanya menimbulkan terowongan di bawah kulit umbi. Hama penggerek umbi ini sebenarnya tidak hanya satu spesies melainkan bermacam-macam, namun gejala yang bisa membedakan serangan akibat serangga Phthorimae opercullela ini adalah adanya gugus kotoran yang berwarna coklat tua pada kulit umbi. Selain mempengaruhi kualitas umbi yang berakibat pada menurunnya harga jual, juga bekas luka yang ditinggalkan larva pada umbi bisa menjadi biang penyakit lainnya karena akan terjadi peningkatan proses transpirasi dan infeksi sekunder oleh mikroorganisme lain yang turut masuk ke dalam umbi kentang. Akibatnya, umbi menjadi menyusut dan membusuk.

Morfologi/Bioekologi
Di Jawa Barat OPT ini disebut ‘ulat taromi’ atau ‘salisip’. Selain menggerek umbi kentang di gudang, OPT ini juga dapat merusak daun pada pertanaman kentang di lapangan.
Ngengat berwarna coklat kelabu, kecil dan aktif pada malam hari. Pada siang hari ngengat bersembunyi di bawah helaian daun atau pada rak-rak penyimpanan umbi di gudang. Lama hidup ngengat betina berkisar antara 7 - 16 hari, sedangkan lama hidup ngengat jantan berkisar antara 3 - 9 hari.
Telur berukuran kecil, agak lonjong atau berbentuk bulat panjang, diletakkan pada permukaan bawah daun atau pada permukaan umbi yang tersembul di permukaan tanah. Di gudang, telur hampir selalu diletakkan pada permukaan atas umbi di sekitar mata tunas.
Larva berwarna putih sampai kuning, tetapi dapat pula berwarna kehijau-hijauan. Larva memakan daun dengan cara membuat alur-alur pada daun atau membuat lubang dan lorong pada umbi. Panjang larva yang sudah berkembang sempurna sekitar 1 cm. Stadium larva berkisar antara 10 - 16 hari.Pupa terdapat dalam kokon yang tertutup oleh butiran ¬tanah. Di dalam gudang, pupa terdapat pada bagian luar umbi, biasanya pada mata tunas atau pada rak-rak gudang penyimpanan kentang. Lama stadium pupa adalah 6 - 9 hari.
Hama penggerek daun/umbi tersebut menyebar di daerah sentra produksi kentang, antara lain di DI Aceh, Sumatera Barat, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Sulawesi Utara. P. operculella merupakan hama sejenis serangga yang dapat beradaptasi di daerah panas seluruh dunia. Spesies ini tidak berkembang di daerah beriklim dingin dengan suhu rata-rata dibawah 10oC . Selain menyerang tanaman kentang, hama ini juga bisa menyerang tanaman tomat, tembakau, terung dan bit. Perlu diketahui pula bahwa meskipun hama penyebab gerekan pada umbi kentang lebih dari satu spesies, namun hama P. operculella merupakan yang paling utama. Sehingga perhatian kita lebih difokuskan pada spesies ini.

Secara umum, siklus hama P. operculella terbagi menjadi empat tahap yaitu : telur, larva, pupa dan serangga dewasa. Setiap siklus atau keturunan secara lengkap memakan waktu siklus selama 20 –30 hari (pada suhu 28oC). Dalam setiap tahunnya hama ini bisa menghasilkan 2 hingga 12 generasi.

a. Telur
Serangga ini berkembang biak dengan bertelur . Telur yang dihasilkan berukuran kecil , berwarna putih kekuningan dan diletakkan satu per satu pada tempat yang berbeda-beda. Pada tanaman kentang, hama ini akan meletakkan telur pada bagian bawah daun, batang, ubi, (dekat mata ubi), karung atau tempat yang digunakan untuk menyimpan umbi dan tanah atau sampah. Lalu, bagaimana caranya larva serangga ini bisa merusak umbi? Bukankah serangga ini terbang dan tidak bisa menjangkau umbi yang tertanam dalam tanah? Ada dua kemungkinan yang bisa menyebabkan rusaknya umbi kentang ini pertama : serangga tersebut jauh-jauh hari sebelum tanah diolah sudah meletakkan telurnya pada tanah tempat umbi tersebut ditanam. Kedua adalah pada saat penyimpanan terutama sebagai bibit, hama tersebut sudah menyimpan telur-telurnya pada umbi. Akibatnya pada saat penanaman, umbi tersebut terinfeksi. Telur-telur yang diletakkan tersebut dapat menetas dalam waktu 5 hari.

b. Larva
Fase larva merupakan fase dimana serangga ini menjadi perusak. Hal ini karena larva berupa ulat membutuhkan banyak cadangan makanan dan energi untuk pembentukan metamorfosisnya menjadi ngengat. Wajar seandainya kelakuannya seperti itu, namun justru karena kewajarannya inilah yang merugikan petani kentang. Keberadaan larva yang berasal dari telur yang ditinggalkan serangga P. operculella bisa merusak umbi. Panjang larva bisa mencapai 10 mm, berwarna putih kekuningan,dengan kepala berwarna coklat tua. Permukaan dorsal nya memiliki bayangan hijau terang atau merah muda. Pada kondisi yang optimal, perkembangan larva menjadi pupa (kepompong) memakan waktu 14 hari.

c. Pupa
Larva yang berkembang kurang lebih 8 hari akan berubah menjadi pupa (kepompong). Pupa berwarna kecoklatan dengan panjang + 6 mm, dan ditutupi benang halus menyerupai kepompong. Pupa tersebut biasanya berada di beberapa tempat seperti tanaman yang daunnya kering, tumpukan tanah, mata umbi, dinding gudang, goni, sampah maupun umbi yang sudah tua dan rusak. Pupa akan segera menetas pada kondisi optimal setelah + 8 hari .

d. Serangga dewasa
Pupa akan berubah menjadi serangga yang berupa ngengat kecil yang memiliki tubuh berwarna perak dan jarak antara kedua ujung sayap sekitar 15 mm. Sayap depan berwarna coklat kelabu dengan sedikit bercak dan berumbai rambut halus. Sedangkan sayap belakang terlihat putih agak kusam.
Serangga dewasa hidup sampai 15 hari. Ngengat ini aktif pada malam hari, sedangkan pada siang hari bersembunyi di bawah daun yang sulit dideteksi.

Pencegahan dan pengendalian
Dengan melihat dan memperhatikan sifat phisiologis maupun morfologis dari hama tersebut, maka upaya pengendalian yang bisa lakukan adalah dengan mencegah agar serangga tersebut tidak meletakkan telurnya, dengan kata lain pengendalian haruslah lebih diarahkan pada serangga dewasanya. Pengendalian hama disarankan menggunakan kultur teknis terlebih dahulu sebelum melakukan penyemprotan dengan pestisida.
Langkah-langkah pengendalian yang dapat dilakukan pada serangga dewasa hama penggerek umbi kentang diantaranya :

1. Pemantauan yaitu dengan melakukan pengamatan terhadap adanya serangga tersebut dalam interval waktu dan luasan tertentu. Dengan melakukan pengamatan tersebut, kita bisa mengindentifikasi lahan mana yang mempunyai populasi penggereknya yang tinggi. Dengan demikian, kita bisa menentukan kapan penggunaan pestisida agar digunakan secara tepat dan efektif.

2. Penggunaan bibit umbi yang sehat. Bibit yang sehat tentunya akan berdampak pada perkembangan dan pertumbuhan tanaman kentang itu sendiri. Mengingat umbi yang terinfeksi hama maupun penyakit dapat menularkan penyakit dan mengakibatkan meluasnya kerusakan baik di lahan maupun digudang, penggunaan umbi sehat sangat mutlak diperlukan. Bila ada hasil panen umbi yang terinfeksi harus segera dimusnahkan, jangan sampai digunakan untuk bibit kembali.

3. Rotasi tanaman. Penanaman inang yang terus menerus akan meningkatkan kerusakan oleh hama. Oleh sebab itu rotasi tanaman dapat mengurangi resiko terserang hama maupun penyakit yang serupa yang dalam hal ini serangan hama penggerek umbi. Namun, rotasi haruslah mempertimbangkan jenis tanaman inang yang akan ditanam dengan menghindari tanaman yang rentan terhadap hama P. opercelulla.



================= end ==================

Sebagai referensi silahkan kunjungi web ini : http://ditlin.hortikultura.deptan.go.id
pilih menu yang ada di sebelah kiri seperti ini :


Oke,,, SmangaD ya.... ! :-)
Baca Selengkapnya >>

Sabtu, 31 Januari 2009

Nyalakan Lilin

Mengingat dunia pertanian itu gelap sebagaimana sudah dilihat dan dirasakan oleh petani kita, apa yang masih bisa dibuat? Jawabnya adalah menyalakan lilin. Lilin itu kecil, tetapi setelah dinyalakan bisa menjadi terang bagi kegelapan. Meskipun kecil nyalanya, tetapi bisa memberikan terang di sekitarnya.
Gerakan pertanian organik menjadi salah satu nyala lilin yang telah menerangi dunia gelap pertanian. Para petani mengusahakan pertanian yang selaras dengan alam. Pertanian ini ramah lingkungan, menghormati manusia dan alam. Pertanian itu telah membuat para petani mempunyai kedaulatan terhadap benih yang mau ditanam. Tidak tergantung pada pupuk anorganik. Meskipun kecil, toh sudah menyumbangkan terangnya. Para petani organik tergabung dalam kelompok-kelompok petani yang mandiri dan lestari. Gerakan pemerhati dan pemelihara lingkungan hidup juga telah ikut menyalakan lilin. Gerakan lingkungan hidup mendorong orang untuk tidak merusak lingkungan, tetapi memelihara dan membangunnya. Pelatihan-pelatihan dan kursus pertanian telah ikut menyalakan lilin melalui pendidikan kader tani. Ada tujuh misi pendidikan kader tani.
Pertama, pendidikan.
Pendidikan kader tani mengarah kepada pembentukan karakter tani. Supaya sasaran ini tercapai, pendidikan kader tani mengutamakan praktek, teori dan pengembangan pribadi. Praktek mengacu kepada pengalaman nyata dan percobaan-percobaan . Para kader juga didampingi dalam pengembangan pribadi sebagai petani sukses.
Kedua, pertanian.
Dalam pendidikan kader itu hendaklah dijalankan pertanian berkelanjutan dengan input luar rendah (LEISA: low external input and sustainable agriculture). Pertanian ini memadukan pertanaman, peternakan dan perikanan. Semakin rendah biaya produksi, semakin besar penghasilan dan pendapatan petani.
Kader tani itu diajak untuk membuat perencanaan konkret. Misalnya, dia punya tanah yang luasnya 3000 M2. Dengan tanah itu dia harus bisa menghasilkan minimal Rp 3.000.000,00 per bulan. Caranya adalah dengan memadukan pertanaman, peternakan dan perikanan. Dengan penghasilan itu bidang pertanian ini menjadi sangat menarik.
Ketiga, pelayanan.
Pendidikan kader tani juga membuka kesempatan untuk melayani berbagai pihak yang berkehendak untuk mengembangkan pertanian, peternakan dan perikanan. Dengan adanya pelayanan yang bagus, dunia pertanian bisa membuat orang banyak ikut ambil bagian. Semakin banyak melayani, semakin banyak membuka kesempatan bekerja.
Keempat, pemberdayaan.
Para kader tani yang sudah lulus hendaknya diberdayakan sesuai dengan bidang ketrampilan mereka. Pemberdayaan dilakukan melalui kelompok-kelompok kecil. Antar kelompok bisa ada kerja sama. Dengan demikian para alumni bisa semakin kuat dalam membangun masyarakat sipil. Pada gilirannya juga akan memperkuat demokrasi.
Kelima, partnership.
Untuk bisa berhasil dalam bidang pertanian, perlu dijalin kerja sama dengan segala mitra kerja yang berkehendak baik. Dalam hal ini semangat kerja sama harus menjadi sikap dan jalan hidup.
Keenam, pemasaran.
Salah satu kelemahan para petani adalah pemasaran. Biasanya pada masa pasca panen, para petani menjual hasil produksi karena membutuhkan uang. Karena persediaan banyak, harga menjadi murah. Sehubungan dengan itu, perlu digarap pemasaran hasil-hasil pertanian sehingga mampu bersaing dalam isu pasar bebas dan isu globalisasi.
Ketujuh, pengembangan.
Karena dunia semakin maju dan berkembang, lembaga pendidikan kader tani harus mengembangkan diri. Misalnya, membuka kesempatan kursus lanjutan, pengelolaan pemasaran yang lebih maju dan membuka lembaga penelitian yang terus menerus.

Dengan harapan lilin-lilin kecil Indonesia muncul semakin bertambah dan terus bertambah menjadi lentera yang menerangi dunia pertanian kita, semoga!
Baca Selengkapnya >>

Sabtu, 24 Januari 2009

Mengubah asap menjadi pestisida organik

Asap hasil pembakaran batu bata menjadi salah satu sumber polusi udara. Asap ini bisa membuat orang sesak napas. Baunya juga bertahan sampai beberapa hari, baik di baju maupun badan. Namun, di sisi lain, asap tersebut ternyata bisa bermanfaat sebagai pestisida dan pengawet organik.
Muhammad Khairul Ihwan termasuk orang yang risau dengan bahaya asap yang mengancam kesehatan warga di kampungnya, Dusun Dalam Desa, Desa Pringgajurang, Kecamatan Montong Gading, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.

Pasalnya, di dusun itu ada lebih dari 150 gudang tempat pembakaran batu bata dengan frekuensi pembakaran tiga kali sebulan. Mereka menggunakan sekam padi sebagai bahan baku pembakaran. Total keperluan sekam untuk sekali proses pembakaran 3,5 ton, dengan menyisakan abu sekitar 2.800 kilogram.

Dari abu ditambah jumlah unit pembakaran itu, potensi asap di dusun tersebut menjadi begitu besar. Jika gudang pembakaran ini difungsikan dalam waktu bersamaan, ”Suasana di kampung kami seperti sedang terjadi kebakaran hutan,” kata Iwan, sapaan Khairul Ihwan.

Asap tak terkendali. Maka, di sore hari sekalipun, pandangan pejalan kaki dan pengendara sepeda motor di jalanan menjadi terbatas. Lebih repot lagi di malam hari, kepulan asap masuk ke dalam rumah penduduk, membuat ruangan kian gelap, pekat, dan penghuni pun terbatuk-batuk, sulit bisa tidur nyenyak.

Di lain pihak, penghasilan para pekerja di industri batu bata itu tak sesuai dengan energi yang terpakai. Dari mencetak hingga proses pembakaran 1.000 buah batu bata, diperlukan waktu tiga hari. Para pekerja—biasanya suami-istri—hanya mendapat upah Rp 35.000 per tiga hari kerja itu.

Mereka juga harus mengangkut batu bata mentah ke tempat pembakaran—berupa gubuk, beratap ilalang, tanpa dinding—yang berjarak 700 meter dari lokasi pencetakan. Di tempat ini, batu bata menjadi matang dalam tempo 6-7 hari.

Biasanya para pekerja dibayar di muka oleh pemilik tanah sekaligus si empunya tempat pembakaran. Jika dalam waktu yang ditentukan target produksi batu bata belum tercapai, para pekerja minta panjar lagi. Sebab, uang mereka sudah habis untuk keperluan makan-minum setiap hari.

Gudang uji coba

Kondisi itu membuat Iwan terpacu untuk membantu warga dusunnya keluar dari lingkaran realitas hidup selama ini. Dia tahu, di Yogyakarta ada produk asap cair berbahan baku tempurung kelapa.

”Saya berpikir, di kampung saya produk sekam begitu banyak dan nyaris dibuang percuma. Kenapa sekam itu tidak saya coba untuk dimanfaatkan,” cerita Iwan.

Ia kemudian mendesain dan membangun gudang uji coba pembakaran batu bata pada tanah milik seorang anggota Kelompok Usaha Ekonomi Produktif di desanya. Gudang ini berukuran 2,5 meter x 1,7 meter dengan tinggi 2,5 meter, berkapasitas 2.000 buah batu bata.

Gudang yang salah satu sisinya terbuka atau mirip garasi itu berdinding permanen, beratap daun kelapa yang melapis terpal plastik di bawahnya guna menahan asap keluar lewat sela-sela daun kelapa itu.

Untuk membangun gudang uji coba tersebut, Iwan menyisihkan gajinya sebagai guru Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Selong, ibu kota Lombok Timur. Total biaya pembangunan gudang termasuk pembelian instalasi proses mendapatkan asap cair menghabiskan sekitar Rp 5,5 juta.

Asap pembakaran batu bata dialirkan melalui pipa kondensi berbentuk spiral sepanjang 12 meter berisi air agar fase asap yang berbentuk gas akan mencair. Asap cair yang dihasilkan masih pekat dan mengandung banyak tar. Asap cair itu kemudian dimurnikan memakai alat lain berupa bejana tertutup, dengan cara dimasak selama tiga jam dalam suhu 100 derajat-150 derajat Celsius. Dari proses ini dihasilkan asap cair yang bening.

Bejana itu berkapasitas 30 liter. Dengan sekam 800 kg untuk pembakaran 2.000 batu bata, dihasilkan 60 liter asap cair pekat. Lalu, setelah melalui proses penyulingan dalam bejana tertutup, diperoleh 24 liter asap cair bening yang berguna untuk pestisida organik, seperti untuk mengusir hama tanaman dan mencegah gigitan nyamuk pada ternak.

”Penduduk menggunakan asap cair bening untuk mengobati bekas gigitan nyamuk pada ternak sapi. Kita juga bisa memakainya, asalkan tahan dengan baunya,” tutur Iwan.

Adapun sisa asap cair yang masih berwarna hitam pekat sebanyak sekitar 5 liter digunakan, antara lain, untuk mengawetkan kayu. Caranya, kayu direndam dalam air asap cair pekat atau dioleskan dengan kuas pada kayu agar kayu tidak dimakan rayap.

Dari telusur pustaka diketahui, asap cair mengandung fenolat, senyawa asam dan karbonil yang berguna untuk mengawetkan makanan. ”Komponen asap khususnya berfungsi memberi cita rasa dan warna yang diinginkan pada produk asapan karena berfungsi sebagai antibakteri dan antioksidan,” kata Iwan.

Menjadi rebutan

Asap cair hasil kreasi Iwan menjadi rebutan warga setempat, terutama para petani dan peternak. Mereka memerlukannya sebagai alat untuk melakukan pekerjaan alternatif selain membuat batu bata, yakni untuk mengusir hama yang mengganggu tanaman padi.

Bahkan, setelah merasakan hasil proses asap cair itu, seorang pengusaha di desanya menyediakan lahan untuk membangun gudang lebih besar, yang bisa menampung pembakaran batu bata dalam jumlah lebih besar, sekitar 10.000 buah. Apalagi asap cair itu bisa dijual, selain juga lebih efisien dari segi biaya dan waktu proses pembakaran. Kalau pembakaran secara tradisional memerlukan waktu 6-7 hari, dengan alat temuan Iwan bisa dipersingkat menjadi 3-4 hari.

Iwan merasa senang karena apa yang dia lakukan ternyata bermanfaat bagi orang banyak. Selain secara ekonomis lebih menguntungkan, dia juga bahagia karena pengolahan batu bata hasil percobaannya juga relatif mengurangi risiko gangguan penyakit saluran pernapasan, terutama pada para pekerja dan warga yang melakukan kontak langsung dengan kegiatan pembakaran batu bata itu.

Lebih dari itu, Iwan juga mampu menjawab keraguan dosen pembimbingnya di Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, tempat ia menyelesaikan program magisternya.

”Asap cair dari sekam padi ini saya pakai untuk bahan penelitian dan disertasi. Awalnya, obyek penelitian dan judul disertasi saya dianggap lucu. Namun, saya yakin apa yang saya lakukan akan mencapai sesuai target,” ucap anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Ahmad dan Rusmiati ini.

Ia juga mengikutsertakan hasil penelitiannya itu dalam Lomba Teknologi Tepat Guna (TTG) yang diselenggarakan Pemerintah Provinsi NTB. Hasilnya? Iwan diberi anugerah TTG kategori Pengembang, berikut hadiah uang Rp 7 juta, yang diserahkan Gubernur Zainul Majdi seusai apel Hari Ulang Tahun Ke- 50 NTB, 17 Desember 2008 lalu.

KOMPAS. Selasa, 6 Januari 2009 |

Oleh: Nama: M Khairul Ihwan, MT
- Program Magister Fakultas Teknik UGM, 2006
Baca Selengkapnya >>

Jumat, 23 Januari 2009

Pertanian Organik

Petanian Organik adalah sebuah bentuk solusi baru guna menghadapi kebuntuan yang dihadapi Petani sehubungan dengan maraknya intervensi barang-barang sintetis atas dunia pertanian sekarang ini. Dapat kita saksikan, mulai dari pupuk, insektisida, perangsang tumbuh, semuanya telah dibuat dari bahan-bahan yang disintesis dari senyawa-senyawa murni (biasanya un organik) di laboratorium.

Itu semua memang tak selamanya jelek, tetapi pada tempo yang panjang (apalagi jika digunakan dengan tidak hati-hati dan tidak tepat dosis), dimana akumulasi bahan-bahan tersebut menjadi jenuh di tanah, terbukti telah menjadi masalah yang sangat serius. Rantai makanan yang tadinya selalu berputar karena proses degradasi yang baik, tiba-tiba menjadi mandek karena ketidak mampuan alam (bakteri) untuk meluruhkan bahan-bahan sintetis tersebut. Kita sudah mulai melihat kecenderungan tanah menjadi asam dan pengerasan tanah yang disebabkan oleh pupuk urea. Resistennya hampir semua jenis hama terhadap insektisida dan menuntut penggunaan bahan yang berintensitas lebih tinggi untuk dapat membunuhnya.
Pertanian organik sendiri sebetulnya bukan barang baru bagi PETANI. Bahkan khususnya di Indonesia, pertanian modern yang serba sintetis seperti sekarang ini, adalah sesuatu yang baru kita kenal beberapa puluh tahun terakhir ini saja. Selama beribu tahun (setidaknya seperti yang terlukis di dinding Borobudur), Petani kita selalu menerapkan sistim pertanian organik. Hal ini tetap berlangsung sampai kira-kira generasi Kakek saya yang kira-kira lahir di tahun 1900-an. Penggunaan pupuk dari kotoran hewan atau sisa-sisa panenan, adalah hal yang selalu digunakan sebagai penyubur tanah (sebagai salah satu contohnya).

Setelah tahun 1960-an dengan dideklarasikannya revolusi hijau (oleh orang barat), kita-pun berbondong-bondong mengikuti jejak mereka; mengadopsi sistim pertanian modern dengan dalih meningkatkan produksi. Gema revolusi hijau dengan "pemuliaannya" kemudian merasuki setiap sumsum tulang Petani kita. Pupuk dan obat pembasmi hama-pun kemudian menyebar dengan cepat tanpa rem dan kendali. Petani yang tidak mengikuti trend ini akan dicap sebagai Petani kuno yang ketinggalan zaman. Bahkan di zaman jaya-jayanya tindakan represif, dapat dikenai stempel pembangkang atau pengikut organisasi terlarang (yang dilarang oleh negara) yang membuat Si Petani harus berurusan dengan pihak keamanan (sebetulnya ini hal kuno yang saya enggan menuliskannya).

Tapi yang lebih penting untuk kita perhatikan saya kira adalah kerusakan yang ditimbulkan oleh hal ini. Beberapa saat yang lalu bahkan Masyarakat Petani kita (Indonesia) sempat mengajukan gugatan kepada IPB (Institut Pertanian Bogor) agar meminta maaf karena telah mengkampanyekan dan memasyarakatkan gerakan revolusi hijau di Indonesia. Saya kira masa-masa tuntut-menuntut dan tanggung-menanggung sudah harus kita kesampingkan sekarang ini. Ada hal besar yang lebih penting lagi menanti untuk kita selesaikan sekarang ini. Mengubah paradigma berpikir Petani kita tentang pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan (sustainable agriculture), adalah proyek besar yang harusnya menyedot porsi terbesar para insan yang bergelut dengan dunia pertanian di Indonesia ini.

TEKNOLOGI PERTANIAN RAMAH LINGKUNGAN.
Itulah solusi tepat yang harus kita kerjakan sekarang ini. Paradigma pertanian kita harus kita ubah secara radikal. Saya kira kita harus kembali pada konsep pertanian kita di tahun 1930-an. Khususnya mengenai penggunaan pupuk dan pembasmi hama dan penyakit. Penggunaan pestisida, herbisida dan fungisida harus diminmalisasi sampai tingkat yang mendekati 0. Penggunaan pupuk kita kembalikan lagi pada penggunaan pupuk kandang dan pupuk hijau (pupuk organik).

Memang mungkin akan timbul pertanyaan mengenai efisiensi. Karena untuk kembali ke pupuk kandang dan pupuk hijau, Petani kita kita akan punya alasan keengganan yang cukup mendasar. Penggunaan pupuk kandang akan menyedot jumlah tenaga kerja dan waktu yang banyak karena untuk aplikasi pupuk kandang di lahan, dibutuhkan jumlah pupuk kandang yang sangat banyak (bisa 20 kali lebih banyak dari pupuk kimia). Tentu saja ini berhubungan erat dengan hitung-hitungan ekonomis. Pertanian seperti ini akan menjadi "high cost economy". Dan ini harus dicarikan solusinya.

Dengan semakin majunya teknologi pertanian dan mikro biologi, sebetulnya saat ini sudah ada pupuk organik yang dosis aplikasinya sama dengan pupuk kimia. Jadi petani tidak perlu lagi membawa berpuluh-puluh ton pupuk kandang untuk memupuk lahan seluas 1 hektare (dan pupuk ini sekarang sudah bisa diproduksi di Indonesia). Sebagai contoh, untuk memupuk areal penanaman padi seluas 1 hektare, hanya dibutuhkan 500 Kg pupuk organik (garanule / padat) untuk satu kali musim tanam. Sedangkan untuk tanaman sayuran pada lahan kering, hanya dibutuhkan 1,5 s/d 2 ton pupuk organik untuk satu kali musim tanam per hektare-nya (tidak seperti aplikasi pupuk kandang, yang biasanya menghabiskan 15 ton s/d 20 ton pupuk kandang untuk setiap kali musim tanam per hektare-nya). Seakarang ini sudah beredar beberapa merek pupuk organik buatan Indonesia dengan beragam harga dan kwalitas, baik berbentuk cair maupun padat (pril/granule/bubuk).

Begitu juga dengan pestisida dan dan fungisida. Saat ini sudah mulai dirintis pembuatan teh kompos untuk menekan pertumbuhan bakteri patogen (disamping sebagai pupuk tambahan) dan pembuatan insektisida organik dari bahan-bahan racun yang bisa didegradasi oleh alam dalam tempo yang tidak panjang. Bahkan pada produksi sayur-sayuran, sudah mulai diaplikasikan sistim pertanian rumah kaca (sebetulnya mungkin yang lebih tepat adalah rumah plastik; karena dibuat dengan atap plastik) dengan teknologi murah dan sederhana. Semua hal itu sekarang ini sudah bisa didapatkan dengan biaya yang murah dan teknologi yang terjangkau bahkan oleh petani kecil dan berpengetahuan minim sekalipun.

Kemajuan teknologi seperti inilah yang harusnya kita serap dan sosialisasikan kepada masyarakat pertanian kita. Sekaligus juga mengubah nuansa berpikir kebanyakan orang, bahwa pertanian organik adalah pertanian berbiaya mahal yang hanya bisa dilakukan oleh orang-orang Jepang, Eropa dan Amerika saja. Dengan kemajuan teknologi, pertanian organik adalah pertanian ramah lingkungan yang murah dan berteknologi sederhana (tepat guna) yang dapat dijangkau oleh semua petani di Indonesia.

Mari kita mulai sekarang. Atau kita akan tertinggal lagi. Pada waktu yang lalu kita sudah tertinggal dengan provokasi revolusi hijau oleh Barat. Jika kita sekarang ini tertinggal lagi, kapan kita akan bangkit dan menang ?

Padahal teknologi pertanian organik adalah teknologi yang sudah kita geluti selam ribuan tahun. Dan lebih lagi bahan-bahan sumbernya, semua ada di seputar kita dalam jumlah yang tidak terbatas. Di Indonesia ini, masih banyak industri-industri organik sederhana yang menghasilkan limbah yang terbuang begitu saja. Pabrik tahu, tempe, kecap, peternakan ayam, sapi, domba, pasar tradisional dan segudang pabrik-pabrik yang menghasilkan limbah organik lainnya yang bisa kita manfaatkan sebagai bahan baku pupuk dan keperluan pertanian lainnya. Teknologinya bisa kita dapatkan di BPPT, LIPI dan banyak lagi LSM-LSM di universitas-universitas terkemuka yang mudah-mudahan mau menyediakannya dengan gratis.

Jika kita punya begitu banyak sumber yang sekarang ini terbuang percuma, kenapa kita kalah dari Eropa. Kenapa kita harus mendatangkan pupuk organik dari Amerika atau New Zealand. Padahal bahannya semua ada di depan mata.

MARI KITA BANGKITKAN ROH NENEK MOYANG DAN KAKEK MOYANG KITA UNTUK MENGAJARI KITA BERTANI YANG (SUSTAINABLE) RAMAH LINGKUNGAN, MURAH DAN BERKELANJUTAN (dengan teknologi terkini, tentu)

Baca Selengkapnya >>

Silahkan tinggalkan jejak anda di komentar postingan, untuk kunjungan balik saya. Terima kasih.... ^_^

Artikel populer