Laman

Sabtu, 31 Januari 2009

Nyalakan Lilin

Mengingat dunia pertanian itu gelap sebagaimana sudah dilihat dan dirasakan oleh petani kita, apa yang masih bisa dibuat? Jawabnya adalah menyalakan lilin. Lilin itu kecil, tetapi setelah dinyalakan bisa menjadi terang bagi kegelapan. Meskipun kecil nyalanya, tetapi bisa memberikan terang di sekitarnya.
Gerakan pertanian organik menjadi salah satu nyala lilin yang telah menerangi dunia gelap pertanian. Para petani mengusahakan pertanian yang selaras dengan alam. Pertanian ini ramah lingkungan, menghormati manusia dan alam. Pertanian itu telah membuat para petani mempunyai kedaulatan terhadap benih yang mau ditanam. Tidak tergantung pada pupuk anorganik. Meskipun kecil, toh sudah menyumbangkan terangnya. Para petani organik tergabung dalam kelompok-kelompok petani yang mandiri dan lestari. Gerakan pemerhati dan pemelihara lingkungan hidup juga telah ikut menyalakan lilin. Gerakan lingkungan hidup mendorong orang untuk tidak merusak lingkungan, tetapi memelihara dan membangunnya. Pelatihan-pelatihan dan kursus pertanian telah ikut menyalakan lilin melalui pendidikan kader tani. Ada tujuh misi pendidikan kader tani.
Pertama, pendidikan.
Pendidikan kader tani mengarah kepada pembentukan karakter tani. Supaya sasaran ini tercapai, pendidikan kader tani mengutamakan praktek, teori dan pengembangan pribadi. Praktek mengacu kepada pengalaman nyata dan percobaan-percobaan . Para kader juga didampingi dalam pengembangan pribadi sebagai petani sukses.
Kedua, pertanian.
Dalam pendidikan kader itu hendaklah dijalankan pertanian berkelanjutan dengan input luar rendah (LEISA: low external input and sustainable agriculture). Pertanian ini memadukan pertanaman, peternakan dan perikanan. Semakin rendah biaya produksi, semakin besar penghasilan dan pendapatan petani.
Kader tani itu diajak untuk membuat perencanaan konkret. Misalnya, dia punya tanah yang luasnya 3000 M2. Dengan tanah itu dia harus bisa menghasilkan minimal Rp 3.000.000,00 per bulan. Caranya adalah dengan memadukan pertanaman, peternakan dan perikanan. Dengan penghasilan itu bidang pertanian ini menjadi sangat menarik.
Ketiga, pelayanan.
Pendidikan kader tani juga membuka kesempatan untuk melayani berbagai pihak yang berkehendak untuk mengembangkan pertanian, peternakan dan perikanan. Dengan adanya pelayanan yang bagus, dunia pertanian bisa membuat orang banyak ikut ambil bagian. Semakin banyak melayani, semakin banyak membuka kesempatan bekerja.
Keempat, pemberdayaan.
Para kader tani yang sudah lulus hendaknya diberdayakan sesuai dengan bidang ketrampilan mereka. Pemberdayaan dilakukan melalui kelompok-kelompok kecil. Antar kelompok bisa ada kerja sama. Dengan demikian para alumni bisa semakin kuat dalam membangun masyarakat sipil. Pada gilirannya juga akan memperkuat demokrasi.
Kelima, partnership.
Untuk bisa berhasil dalam bidang pertanian, perlu dijalin kerja sama dengan segala mitra kerja yang berkehendak baik. Dalam hal ini semangat kerja sama harus menjadi sikap dan jalan hidup.
Keenam, pemasaran.
Salah satu kelemahan para petani adalah pemasaran. Biasanya pada masa pasca panen, para petani menjual hasil produksi karena membutuhkan uang. Karena persediaan banyak, harga menjadi murah. Sehubungan dengan itu, perlu digarap pemasaran hasil-hasil pertanian sehingga mampu bersaing dalam isu pasar bebas dan isu globalisasi.
Ketujuh, pengembangan.
Karena dunia semakin maju dan berkembang, lembaga pendidikan kader tani harus mengembangkan diri. Misalnya, membuka kesempatan kursus lanjutan, pengelolaan pemasaran yang lebih maju dan membuka lembaga penelitian yang terus menerus.

Dengan harapan lilin-lilin kecil Indonesia muncul semakin bertambah dan terus bertambah menjadi lentera yang menerangi dunia pertanian kita, semoga!
Baca Selengkapnya >>

Sabtu, 24 Januari 2009

Mengubah asap menjadi pestisida organik

Asap hasil pembakaran batu bata menjadi salah satu sumber polusi udara. Asap ini bisa membuat orang sesak napas. Baunya juga bertahan sampai beberapa hari, baik di baju maupun badan. Namun, di sisi lain, asap tersebut ternyata bisa bermanfaat sebagai pestisida dan pengawet organik.
Muhammad Khairul Ihwan termasuk orang yang risau dengan bahaya asap yang mengancam kesehatan warga di kampungnya, Dusun Dalam Desa, Desa Pringgajurang, Kecamatan Montong Gading, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.

Pasalnya, di dusun itu ada lebih dari 150 gudang tempat pembakaran batu bata dengan frekuensi pembakaran tiga kali sebulan. Mereka menggunakan sekam padi sebagai bahan baku pembakaran. Total keperluan sekam untuk sekali proses pembakaran 3,5 ton, dengan menyisakan abu sekitar 2.800 kilogram.

Dari abu ditambah jumlah unit pembakaran itu, potensi asap di dusun tersebut menjadi begitu besar. Jika gudang pembakaran ini difungsikan dalam waktu bersamaan, ”Suasana di kampung kami seperti sedang terjadi kebakaran hutan,” kata Iwan, sapaan Khairul Ihwan.

Asap tak terkendali. Maka, di sore hari sekalipun, pandangan pejalan kaki dan pengendara sepeda motor di jalanan menjadi terbatas. Lebih repot lagi di malam hari, kepulan asap masuk ke dalam rumah penduduk, membuat ruangan kian gelap, pekat, dan penghuni pun terbatuk-batuk, sulit bisa tidur nyenyak.

Di lain pihak, penghasilan para pekerja di industri batu bata itu tak sesuai dengan energi yang terpakai. Dari mencetak hingga proses pembakaran 1.000 buah batu bata, diperlukan waktu tiga hari. Para pekerja—biasanya suami-istri—hanya mendapat upah Rp 35.000 per tiga hari kerja itu.

Mereka juga harus mengangkut batu bata mentah ke tempat pembakaran—berupa gubuk, beratap ilalang, tanpa dinding—yang berjarak 700 meter dari lokasi pencetakan. Di tempat ini, batu bata menjadi matang dalam tempo 6-7 hari.

Biasanya para pekerja dibayar di muka oleh pemilik tanah sekaligus si empunya tempat pembakaran. Jika dalam waktu yang ditentukan target produksi batu bata belum tercapai, para pekerja minta panjar lagi. Sebab, uang mereka sudah habis untuk keperluan makan-minum setiap hari.

Gudang uji coba

Kondisi itu membuat Iwan terpacu untuk membantu warga dusunnya keluar dari lingkaran realitas hidup selama ini. Dia tahu, di Yogyakarta ada produk asap cair berbahan baku tempurung kelapa.

”Saya berpikir, di kampung saya produk sekam begitu banyak dan nyaris dibuang percuma. Kenapa sekam itu tidak saya coba untuk dimanfaatkan,” cerita Iwan.

Ia kemudian mendesain dan membangun gudang uji coba pembakaran batu bata pada tanah milik seorang anggota Kelompok Usaha Ekonomi Produktif di desanya. Gudang ini berukuran 2,5 meter x 1,7 meter dengan tinggi 2,5 meter, berkapasitas 2.000 buah batu bata.

Gudang yang salah satu sisinya terbuka atau mirip garasi itu berdinding permanen, beratap daun kelapa yang melapis terpal plastik di bawahnya guna menahan asap keluar lewat sela-sela daun kelapa itu.

Untuk membangun gudang uji coba tersebut, Iwan menyisihkan gajinya sebagai guru Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Selong, ibu kota Lombok Timur. Total biaya pembangunan gudang termasuk pembelian instalasi proses mendapatkan asap cair menghabiskan sekitar Rp 5,5 juta.

Asap pembakaran batu bata dialirkan melalui pipa kondensi berbentuk spiral sepanjang 12 meter berisi air agar fase asap yang berbentuk gas akan mencair. Asap cair yang dihasilkan masih pekat dan mengandung banyak tar. Asap cair itu kemudian dimurnikan memakai alat lain berupa bejana tertutup, dengan cara dimasak selama tiga jam dalam suhu 100 derajat-150 derajat Celsius. Dari proses ini dihasilkan asap cair yang bening.

Bejana itu berkapasitas 30 liter. Dengan sekam 800 kg untuk pembakaran 2.000 batu bata, dihasilkan 60 liter asap cair pekat. Lalu, setelah melalui proses penyulingan dalam bejana tertutup, diperoleh 24 liter asap cair bening yang berguna untuk pestisida organik, seperti untuk mengusir hama tanaman dan mencegah gigitan nyamuk pada ternak.

”Penduduk menggunakan asap cair bening untuk mengobati bekas gigitan nyamuk pada ternak sapi. Kita juga bisa memakainya, asalkan tahan dengan baunya,” tutur Iwan.

Adapun sisa asap cair yang masih berwarna hitam pekat sebanyak sekitar 5 liter digunakan, antara lain, untuk mengawetkan kayu. Caranya, kayu direndam dalam air asap cair pekat atau dioleskan dengan kuas pada kayu agar kayu tidak dimakan rayap.

Dari telusur pustaka diketahui, asap cair mengandung fenolat, senyawa asam dan karbonil yang berguna untuk mengawetkan makanan. ”Komponen asap khususnya berfungsi memberi cita rasa dan warna yang diinginkan pada produk asapan karena berfungsi sebagai antibakteri dan antioksidan,” kata Iwan.

Menjadi rebutan

Asap cair hasil kreasi Iwan menjadi rebutan warga setempat, terutama para petani dan peternak. Mereka memerlukannya sebagai alat untuk melakukan pekerjaan alternatif selain membuat batu bata, yakni untuk mengusir hama yang mengganggu tanaman padi.

Bahkan, setelah merasakan hasil proses asap cair itu, seorang pengusaha di desanya menyediakan lahan untuk membangun gudang lebih besar, yang bisa menampung pembakaran batu bata dalam jumlah lebih besar, sekitar 10.000 buah. Apalagi asap cair itu bisa dijual, selain juga lebih efisien dari segi biaya dan waktu proses pembakaran. Kalau pembakaran secara tradisional memerlukan waktu 6-7 hari, dengan alat temuan Iwan bisa dipersingkat menjadi 3-4 hari.

Iwan merasa senang karena apa yang dia lakukan ternyata bermanfaat bagi orang banyak. Selain secara ekonomis lebih menguntungkan, dia juga bahagia karena pengolahan batu bata hasil percobaannya juga relatif mengurangi risiko gangguan penyakit saluran pernapasan, terutama pada para pekerja dan warga yang melakukan kontak langsung dengan kegiatan pembakaran batu bata itu.

Lebih dari itu, Iwan juga mampu menjawab keraguan dosen pembimbingnya di Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, tempat ia menyelesaikan program magisternya.

”Asap cair dari sekam padi ini saya pakai untuk bahan penelitian dan disertasi. Awalnya, obyek penelitian dan judul disertasi saya dianggap lucu. Namun, saya yakin apa yang saya lakukan akan mencapai sesuai target,” ucap anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Ahmad dan Rusmiati ini.

Ia juga mengikutsertakan hasil penelitiannya itu dalam Lomba Teknologi Tepat Guna (TTG) yang diselenggarakan Pemerintah Provinsi NTB. Hasilnya? Iwan diberi anugerah TTG kategori Pengembang, berikut hadiah uang Rp 7 juta, yang diserahkan Gubernur Zainul Majdi seusai apel Hari Ulang Tahun Ke- 50 NTB, 17 Desember 2008 lalu.

KOMPAS. Selasa, 6 Januari 2009 |

Oleh: Nama: M Khairul Ihwan, MT
- Program Magister Fakultas Teknik UGM, 2006
Baca Selengkapnya >>

Jumat, 23 Januari 2009

Pertanian Organik

Petanian Organik adalah sebuah bentuk solusi baru guna menghadapi kebuntuan yang dihadapi Petani sehubungan dengan maraknya intervensi barang-barang sintetis atas dunia pertanian sekarang ini. Dapat kita saksikan, mulai dari pupuk, insektisida, perangsang tumbuh, semuanya telah dibuat dari bahan-bahan yang disintesis dari senyawa-senyawa murni (biasanya un organik) di laboratorium.

Itu semua memang tak selamanya jelek, tetapi pada tempo yang panjang (apalagi jika digunakan dengan tidak hati-hati dan tidak tepat dosis), dimana akumulasi bahan-bahan tersebut menjadi jenuh di tanah, terbukti telah menjadi masalah yang sangat serius. Rantai makanan yang tadinya selalu berputar karena proses degradasi yang baik, tiba-tiba menjadi mandek karena ketidak mampuan alam (bakteri) untuk meluruhkan bahan-bahan sintetis tersebut. Kita sudah mulai melihat kecenderungan tanah menjadi asam dan pengerasan tanah yang disebabkan oleh pupuk urea. Resistennya hampir semua jenis hama terhadap insektisida dan menuntut penggunaan bahan yang berintensitas lebih tinggi untuk dapat membunuhnya.
Pertanian organik sendiri sebetulnya bukan barang baru bagi PETANI. Bahkan khususnya di Indonesia, pertanian modern yang serba sintetis seperti sekarang ini, adalah sesuatu yang baru kita kenal beberapa puluh tahun terakhir ini saja. Selama beribu tahun (setidaknya seperti yang terlukis di dinding Borobudur), Petani kita selalu menerapkan sistim pertanian organik. Hal ini tetap berlangsung sampai kira-kira generasi Kakek saya yang kira-kira lahir di tahun 1900-an. Penggunaan pupuk dari kotoran hewan atau sisa-sisa panenan, adalah hal yang selalu digunakan sebagai penyubur tanah (sebagai salah satu contohnya).

Setelah tahun 1960-an dengan dideklarasikannya revolusi hijau (oleh orang barat), kita-pun berbondong-bondong mengikuti jejak mereka; mengadopsi sistim pertanian modern dengan dalih meningkatkan produksi. Gema revolusi hijau dengan "pemuliaannya" kemudian merasuki setiap sumsum tulang Petani kita. Pupuk dan obat pembasmi hama-pun kemudian menyebar dengan cepat tanpa rem dan kendali. Petani yang tidak mengikuti trend ini akan dicap sebagai Petani kuno yang ketinggalan zaman. Bahkan di zaman jaya-jayanya tindakan represif, dapat dikenai stempel pembangkang atau pengikut organisasi terlarang (yang dilarang oleh negara) yang membuat Si Petani harus berurusan dengan pihak keamanan (sebetulnya ini hal kuno yang saya enggan menuliskannya).

Tapi yang lebih penting untuk kita perhatikan saya kira adalah kerusakan yang ditimbulkan oleh hal ini. Beberapa saat yang lalu bahkan Masyarakat Petani kita (Indonesia) sempat mengajukan gugatan kepada IPB (Institut Pertanian Bogor) agar meminta maaf karena telah mengkampanyekan dan memasyarakatkan gerakan revolusi hijau di Indonesia. Saya kira masa-masa tuntut-menuntut dan tanggung-menanggung sudah harus kita kesampingkan sekarang ini. Ada hal besar yang lebih penting lagi menanti untuk kita selesaikan sekarang ini. Mengubah paradigma berpikir Petani kita tentang pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan (sustainable agriculture), adalah proyek besar yang harusnya menyedot porsi terbesar para insan yang bergelut dengan dunia pertanian di Indonesia ini.

TEKNOLOGI PERTANIAN RAMAH LINGKUNGAN.
Itulah solusi tepat yang harus kita kerjakan sekarang ini. Paradigma pertanian kita harus kita ubah secara radikal. Saya kira kita harus kembali pada konsep pertanian kita di tahun 1930-an. Khususnya mengenai penggunaan pupuk dan pembasmi hama dan penyakit. Penggunaan pestisida, herbisida dan fungisida harus diminmalisasi sampai tingkat yang mendekati 0. Penggunaan pupuk kita kembalikan lagi pada penggunaan pupuk kandang dan pupuk hijau (pupuk organik).

Memang mungkin akan timbul pertanyaan mengenai efisiensi. Karena untuk kembali ke pupuk kandang dan pupuk hijau, Petani kita kita akan punya alasan keengganan yang cukup mendasar. Penggunaan pupuk kandang akan menyedot jumlah tenaga kerja dan waktu yang banyak karena untuk aplikasi pupuk kandang di lahan, dibutuhkan jumlah pupuk kandang yang sangat banyak (bisa 20 kali lebih banyak dari pupuk kimia). Tentu saja ini berhubungan erat dengan hitung-hitungan ekonomis. Pertanian seperti ini akan menjadi "high cost economy". Dan ini harus dicarikan solusinya.

Dengan semakin majunya teknologi pertanian dan mikro biologi, sebetulnya saat ini sudah ada pupuk organik yang dosis aplikasinya sama dengan pupuk kimia. Jadi petani tidak perlu lagi membawa berpuluh-puluh ton pupuk kandang untuk memupuk lahan seluas 1 hektare (dan pupuk ini sekarang sudah bisa diproduksi di Indonesia). Sebagai contoh, untuk memupuk areal penanaman padi seluas 1 hektare, hanya dibutuhkan 500 Kg pupuk organik (garanule / padat) untuk satu kali musim tanam. Sedangkan untuk tanaman sayuran pada lahan kering, hanya dibutuhkan 1,5 s/d 2 ton pupuk organik untuk satu kali musim tanam per hektare-nya (tidak seperti aplikasi pupuk kandang, yang biasanya menghabiskan 15 ton s/d 20 ton pupuk kandang untuk setiap kali musim tanam per hektare-nya). Seakarang ini sudah beredar beberapa merek pupuk organik buatan Indonesia dengan beragam harga dan kwalitas, baik berbentuk cair maupun padat (pril/granule/bubuk).

Begitu juga dengan pestisida dan dan fungisida. Saat ini sudah mulai dirintis pembuatan teh kompos untuk menekan pertumbuhan bakteri patogen (disamping sebagai pupuk tambahan) dan pembuatan insektisida organik dari bahan-bahan racun yang bisa didegradasi oleh alam dalam tempo yang tidak panjang. Bahkan pada produksi sayur-sayuran, sudah mulai diaplikasikan sistim pertanian rumah kaca (sebetulnya mungkin yang lebih tepat adalah rumah plastik; karena dibuat dengan atap plastik) dengan teknologi murah dan sederhana. Semua hal itu sekarang ini sudah bisa didapatkan dengan biaya yang murah dan teknologi yang terjangkau bahkan oleh petani kecil dan berpengetahuan minim sekalipun.

Kemajuan teknologi seperti inilah yang harusnya kita serap dan sosialisasikan kepada masyarakat pertanian kita. Sekaligus juga mengubah nuansa berpikir kebanyakan orang, bahwa pertanian organik adalah pertanian berbiaya mahal yang hanya bisa dilakukan oleh orang-orang Jepang, Eropa dan Amerika saja. Dengan kemajuan teknologi, pertanian organik adalah pertanian ramah lingkungan yang murah dan berteknologi sederhana (tepat guna) yang dapat dijangkau oleh semua petani di Indonesia.

Mari kita mulai sekarang. Atau kita akan tertinggal lagi. Pada waktu yang lalu kita sudah tertinggal dengan provokasi revolusi hijau oleh Barat. Jika kita sekarang ini tertinggal lagi, kapan kita akan bangkit dan menang ?

Padahal teknologi pertanian organik adalah teknologi yang sudah kita geluti selam ribuan tahun. Dan lebih lagi bahan-bahan sumbernya, semua ada di seputar kita dalam jumlah yang tidak terbatas. Di Indonesia ini, masih banyak industri-industri organik sederhana yang menghasilkan limbah yang terbuang begitu saja. Pabrik tahu, tempe, kecap, peternakan ayam, sapi, domba, pasar tradisional dan segudang pabrik-pabrik yang menghasilkan limbah organik lainnya yang bisa kita manfaatkan sebagai bahan baku pupuk dan keperluan pertanian lainnya. Teknologinya bisa kita dapatkan di BPPT, LIPI dan banyak lagi LSM-LSM di universitas-universitas terkemuka yang mudah-mudahan mau menyediakannya dengan gratis.

Jika kita punya begitu banyak sumber yang sekarang ini terbuang percuma, kenapa kita kalah dari Eropa. Kenapa kita harus mendatangkan pupuk organik dari Amerika atau New Zealand. Padahal bahannya semua ada di depan mata.

MARI KITA BANGKITKAN ROH NENEK MOYANG DAN KAKEK MOYANG KITA UNTUK MENGAJARI KITA BERTANI YANG (SUSTAINABLE) RAMAH LINGKUNGAN, MURAH DAN BERKELANJUTAN (dengan teknologi terkini, tentu)

Baca Selengkapnya >>

Kamis, 22 Januari 2009

TANTANGAN PENYULUHAN DAN KEBERHASILAN PEMBANGUNAN PERTANIAN

Pendahuluan
Bagi bangsa Indonesia, pertanian bukan hanya sekedar bercocok tanam, menghasilkan bahan pangan. Pertanian sudah menjadi bagian budaya, sekaligus nadi kehidupan sebagian besar masyarakat. Tidak berlebihan dikatakan, maju mundurnya bangsa Indonesia sangat bergantung pada keberhasilan membangun sektor pertanian. Ragam model pendekatan pembangunan pertanian telah mewarnai sejarah pertanian Indonesia. Hampir setiap pergantian masa pemerintahan, umumnya diikuti munculnya ide dan konsep baru pembangunan pertanian. Model BIMAS, Corporate Farming dan Sistem Agribisnis, merupakan contoh pendekatan pembangunan pertanian yang pernah diterapkan.

Menurut Sanusi (2006), setiap konsep pembangunan yang diterapkan, selalu menekankan pentingya peningkatan kualitas SDM pertanian (petani, pengusaha, birokrat dan teknokrat pertanian), yang merupakan faktor kunci dalam keberhasilan pembangunan pertanian. Penyuluhan pertanian, sebagai bagian integral pembangunan pertanian, merupakan salah satu upaya pemberdayaan petani dan pelaku usaha pertanian lainnya untuk meningkatkan produktivitas, pendapatan dan kesejahteraannya. Karenanya, kegiatan penyuluhan pertanian harus dapat mengakomodasikan aspirasi dan peran aktif petani dan pelaku usaha pertanian lainnya melalui pendekatan partisipatif.

Isu-isu strategis yang dihadapi dalam proses pembangunan di berbagai negara termasuk di dalamnya pembangunan pertanian dan pedesaan antara lain mencakup desentralisasi, liberalisasi dan privatisasi serta demokratisasi (Nauchatel, 1999). Suatu konsekuensi logis bagi penyuluhan pertanian sebagai salah satu pilar utama dalam pembangunan pertanian adalah perumusan strategi mensikapi isu strategis tersebut. Konsekuensi serta strategi baru tersebut semestinya mendapat perhatian dan pemikiran yang mendalam sehingga penyuluhan pertanian tetap memiliki komitmen kuat memberikan pelayanan terbaik pada client dengan sasaran akhir peningkatan kesejahteraan petani.

Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, otoritas penyuluhan pertanian juga telah didelegasikan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah tingkat kabupaten. Meskipun masih perlu didukung dengan data-data empiris, kecenderungan umum menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah daerah kurang pro terhadap kegiatan terkait penyuluhan pertanian. Kinerja dan aktivitas penyuluhan pertanian yang menurun antara lain disebabkan oleh: perbedaan persepsi antara pemerintah pusat dengan daerah dan antara eksekutif dengan legislatif terhadap arti penting dan peran penyuluhan pertanian, keterbatasan alokasi anggaran untuk kegiatan penyuluhan pertanian dari pemerintah daerah, ketersediaan materi informasi pertanian terbatas, penurunan kapasitas dan kemampuan managerial dari penyuluh serta penyuluh pertanian kurang aktif untuk mengunjungi petani dan kelompoknya, kunjungan lebih banyak dikaitkan dengan proyek.

Pembangunan Pertanian
Sektor pertanian hingga kini masih tetap memiliki peranan yang strategis dalam pembangunan nasional, baik bagi pertumbuhan ekonomi maupun pemerataan pembangunan. Peranan strategis sektor pertanian bagi pertumbuhan ekonomi antara lain ditunjukkan oleh kedudukan sektor pertanian sebagai kontributor penting dalam: (1) pembentukan Produk Domestik Bruto; (2) penyediaan dan peningkatan devisa negara melalui ekspor hasil pertanian; serta (3) penyediaan bahan baku industri. Berkaitan dengan peranan sektor pertanian tersebut, Pemerintah telah menetapkan agenda pembangunan ekonomi yang didasarkan kepada sektor pertanian melalui pencanangan Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) pada tanggal 11 Juni 2005 oleh Presiden.

Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan merupakan salah satu dari “Triple Track Strategy” Kabinet Indonesia Bersatu dalam rangka pengurangan kemiskinan dan pengangguran, serta peningkatan daya saing ekonomi nasional. Sejalan dengan kebijakan pemerintah tersebut, Departemen Pertanian telah menetapkan visi pembangunan pertanian yaitu ; “Terwujudnya Pertanian Tangguh untuk Pemantapan Ketahanan Pangan, Peningkatan Nilai Tambah dan Daya Saing Produk Pertanian serta Peningkatan Kesejahteraan Petani”.

Menurut Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan menyebutkan; bahwa untuk lebih meningkatkan peran sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan, diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas, andal, serta berkemampuan manajerial, kewirausahaan, dan organisasi bisnis sehingga pelaku pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan mampu membangun usaha dari hulu sampai dengan hilir yang berdaya saing tinggi dan mampu berperan serta dalam melestarikan hutan dan lingkungan hidup sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan.

Penyuluhan Sebagai Agen Perubahan
Istilah “penyuluhan” atau “extension” telah digunakan pada pertengahan abad 19 oleh Universitas Oxford dan Cambridge. Istilah lain dalam bahasa Belanda yaitu voorlichting”, dalam bahasa Jerman dikenal sebagai „beratung“, Perancis sebagai vulgarization” dan Spanyol sebagai „capacitation“. Dari kepustakaan yang dijumpai, bisa disimpulkan bahwa penyuluhan diartikan sebagai pendidikan luar sekolah demi terwujudnya kehidupan yang lebih sejahtera bagi keluarga dan masyarakat (Mardikanto, 2003).

Sebagai ilmu pada awal kegiatannya penyuluhan pembangunan dikenal sebagai Agricultural Extension (penyuluhan pertanian), terutama di beberapa Negara seperti AS, Inggris dan Belanda. Disebabkan penggunaannya berkembang di bidang-bidang lain, maka berubah namanya menjadi Extension Education, dan di beberapa Negara lain disebut Development Communication (Slamet, 2003).

Batasan penyuluhan bisa dilihat dari pendapat beberapa pakar. Mardikanto (2003), mengartikan penyuluhan sebagai proses perubahan sosial, ekonomi, dan politik untuk memberdayakan dan memperkuat kemampuan masyarakat melalui proses belajar bersama yang partisipatif, agar terjadi perubahan perilaku pada diri semua stakeholder (individu, kelompok, kelembagaan) yang terlibat dalam proses pembangunan, demi terwujudnya kehidupan yang semakin berdaya, mandiri, partisipatif, dan sejahtera secara berkelanjutan. Selanjutnya menurut Asngari (2003), dinyatakan bahwa penyuluhan adalah kegiatan mendidik orang (kegiatan pendidikan) dengan tujuan mengubah perilaku klien sesuai dengan yang direncanakan / dikehendaki yakni orang makin modern. Ini merupakan usaha mengembangkan (memberdayakan) potensi individu klien agar lebih berdaya secara mandiri.

Dari segi suatu disiplin ilmu, Margono Slamet (2003) menyatakan bahwa ilmu penyuluhan pembangunan adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari bagaimana pola perilaku manusia pembangunan terbentuk, bagaimana perilaku manusia dapat berubah atau diubah sehingga mau meninggalkan kebiasaan lama dan menggantinya dengan perilaku baru yang berakibat kualitas kehidupan orang yang bersangkutan menjadi lebih baik.

Penyuluh bisa dipandang sebagai agen perubahan (change agent) yang merupakan seorang profesional yang mempengaruhi sasaran penyuluhan untuk mengadopsi suatu inovasi agar sesuai dengan tujuan penyuluhan sebagaimana diharapkan. Dalam pandangan Rogers (1969) fungsi dari penyuluh sebagai agen perubahan diantaranya yaitu menjembatani antara dua sistem, yaitu sistem sosial masyarakat sasaran dan sistem pemerintah yang menyelenggarakan pembangunan (penyuluhan). Penyuluh harus bisa mengkomunikasikan antara kebijakan pembangunan pemerintah sebagai sebuah inovasi yang disampaikan kepada sasaran, dan kebutuhan masyarakat sasaran serta umpan balik dari sasaran atas program yang mereka terima. Keberhasilan penyuluh dalam menjembatani kedua sistem tersebut tergantung dari sejauhmana proses perubahan secara terencana itu dilaksanakan.

Menurut Chamala dan Singi (1997), penyuluhan pada masa lalu lebih menekankan kepada transfer teknologi, dimana penyuluh di pedesaan menyampaikan teknologi dari stasiun penelitian kepada para petani dengan menggunakan pendekatan individu, kelompok dan metode mass media. Kemudian penyuluhan berkembang menjadi peran sebagai pengembangan teknologi, dengan menjadi jembatan penghubung antara riset / penelitian dengan kebutuhan kelompok komunitas sasaran dan membantu memfasilitasi pengembangan teknologi yang sesuai. Pendekatan tersebut semuanya tidak terlepas dari adanya kelompok petani. Beberapa peran penyuluhan bisa dirumuskan untuk membantu anggota komunitas pedesaan mengorganisir dirinya, dan difokuskan menjadi empat peran yaitu sebagai berikut :

1. Peran pemberdayaan. Peran pemberdayaan terhadap petani sasaran merupakan pendekatan baru dari penyuluhan. Penyuluh perlu mengembangkan landasan filosofis yang baru dimana peran mereka adalah untuk membantu petani dan penduduk pedesaan mengorganisir dirinya dan mengambil tanggungjawab terhadap pertumbuhan dan pengembangannya. Makna pemberdayaan berarti menjadikan mereka mampu agar mereka mempunyai inisiatif. Bagi para penyuluh di pedesaan, memberdayakan adalah tindakan membantu komunitas untuk membentuk, mengembangkan, dan meningkatkan daya dan kemampuannya melalui kerjasama, berbagi dan bekerja bersama.

2. Peran pengorganisasian komunitas. Tenaga penyuluh di pedesaan harus belajar prinsip-prinsip pengorganisasian komunitas dan keterampilan manajemen kelompok agar supaya bisa membantu komunitas terutama golongan miskin untuk mengorganisasikan dirinya dalam pembangunan. Pemahaman tentang struktur, norma-norma, aturan dan peran dalam kelompok akan membantu pemimpin kelompok untuk merencanakan, menerapkan dan memonitor program-program.

3. Peran pengembangan sumber daya manusia. Pendekatan pengembangan sumber daya manusia akan memberdayakan masyarakat sasaran dan memberikan makna

4. Peran pemecahan masalah dan pendidikan. Pemecahan masalah adalah peran yang penting, namun peran ini sedang berubah dari menyediakan pemecahan masalah teknis menjadi peran untuk memberdayakan organisasi petani dalam memecahkan permasalahan mereka sendiri. Hal ini bisa dicapai dengan membantu mereka untuk mengenali permasalahan dan menemukan jawaban yang tepat dengan melakukan kombinasi antara pengetahuan lokal dengan teknologi yang ada dengan memanfaatkan sumber daya mereka secara tepat.

Menurut Undang-undang RI Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan menyebutkan; fungsi sistem penyuluhan meliputi:
1. memfasilitasi proses pembelajaran pelaku utama dan pelaku usaha
2. mengupayakan kemudahan akses pelaku utama dan pelaku usaha ke sumber informasi, teknologi, dan sumber daya lainnya agar mereka dapat mengembangkan usahanya
3. meningkatkan kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan pelaku utama dan pelaku usaha
4. membantu pelaku utama dan pelaku usaha dalam menumbuhkembangkan rganisasinya menjadi organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi, produktif, enerapkan tata kelola berusaha yang baik, dan berkelanjutan
5. membantu menganalisis dan memecahkan masalah serta merespon peluang dan tantangan yang dihadapi pelaku utama dan pelaku usaha dalam mengelola usaha
6. menumbuhkan kesadaran pelaku utama dan pelaku usaha terhadap kelestarian fungsi lingkungan
7. melembagakan nilai -nilai budaya pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang maju dan modern bagi pelaku utama secara berkelanjutan.

Tantangan Masa Depan Penyuluhan
Penyuluhan pertanian di negeri ini mengalami zaman keemasan saat awal pemerintahan Orde Baru hingga pertengahan tahun 80-an. Pada periode tersebut suasananya sangat kondusif bagi pengembangan sektor pertanian. Sebab titik berat pembangunan nasional ditumpukan pada sektor ini. Penyuluhan pada periode tersebut menjadi bagian paling menentukan terhadap keberhasilan pembangunan pertanian secara keseluruhan. Sistem yang dikemas dalam pola latihan dan kunjungan (Laku) telah mengantarkan negeri ini menorehkan tinta emas mencapai swasembada beras untuk pertama kali pada 1984.

Pada awal era revolusi hijau pola itu memang sangat cocok dengan situasi dan kondisi saat itu. Petani baru mulai beralih dari teknologi tradisional menuju penerapan teknologi baru yang berbasis pada sarana produksi modern. Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) kala itu cukup berbekal pengetahuan panca usaha tani saja. Mereka mampu menggerakkan petani mengikuti anjuran teknologi budidaya dengan target akhir pada peningkatan produksi dan produktivitas usaha tani. Tanpa kendala yang cukup berarti target itu dapat tercapai ditandai pemberian piagam penghargaan oleh Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) di Roma untuk keberhasilan Indonesia meraih swasembada beras.

Tahun keemasan itu tidak berlangsung lama. Terjadi "kecelakaan sejarah" pembangunan ekonomi di negeri ini. Titik berat pembangunan ekonomi digeser pada sektor industri di saat pondasi perekonomian nasional (sektor pertanian) belum benar-benar kokoh. Pemerintah Orde Baru terlalu cepat tinggal landas menjadi negara industri. Ketika krisis ekonomi menerpa negeri ini pada 1997 pondasi ekonomi nyaris hancur. Terpinggirnya sektor pertanian menyebabkan secara lambat namun pasti kejayaan penyuluhan pertanian memudar, puncaknya terjadi pada pasca era Orde Baru. Pada era ini penyelenggaraan penyuluhan pertanian ibarat mati segan hidup tak hendak. Kelembagaan penyuluhan pertanian di tingkat provinsi tidak jelas, sedangkan di tingkat kabupaten/kota keberadaannya dikesampingkan.

Paradigma penyuluhan pun belum banyak beranjak dari paradigma lama. Menurut Sumarno (2005), pelayanan penyuluhan pertanian abad XXI harus mendasarkan pada alih teknologi partisipatif yang mengakui adanya perbedaan kebutuhan teknologi, minat, pilihan, dan kemampuan petani. Informasi dan teknologi yang dibutuhkan petani saat ini bukan lagi melulu teknik produksi tetapi lebih pada aspek manajemen usaha. Juga analisis pasar, penumbuhan kelembagaan usaha, akses terhadap sumber modal, sistem jaminan mutu, dan promosi. Jika masih dibutuhkan penyuluhan yang sifatnya massal hal itu harus menyangkut pada aspek kebutuhan bersama petani. Antara lain pengendalian hama terpadu (PHT), efisiensi penggunaan air irigasi, perawatan dan pelestarian sumber daya pertanian.

Strategi penyuluhan pertanian modern di Indonesia nampaknya perlu diorientasikan pada penerapan ”segmented client oriented opproach”. Perlu dilakukan perubahan mindset dari birokrasi pusat dan lokal, hal ini seharusnya juga perlu terus didodong sehingga mereka menjadi lebih pro terhadap kebijakan penyuluhan pertanian. Program yang perlu dikembangkan antara lain pendidikan tentang arti penting penyuluhan dalam pembangunan pertanian dan kesejahteraan masyarakat baik terhadap birokrat, politisi serta legislatif yang memiliki otoritas kuat dalam membuat kebijakan terakit dengan penyuluhan pertanian.

Layanan jasa penyuluhan pertanian seharusnya mampu menunjukkan akan manfaat program kepada pemerintah daerah dengan menunjukan dampak positif yang akan diperoleh dengan adanya aktivitas penyuluhan Untuk mendukung hal tersebut serta dalam rangka mensikapi tuntutan global, para petani seharusnya juga mulai dididik dalam hal isu-isu yang terkait dengan globalisasi dan liberalisasi perdagangan termasuk didalamnya produk pertanian yang secara cepat atau lambat akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat petani.

Penyuluhan pertanian bukanlah suatu hal yang bisa ditangai secara mandiri namun memerlukan keterkaitan dan kerjasama antar lembaga, bukan hanya peneliti dan penyuluh namun juga antara petugas penyuluh dengan pelaku bisnis pertanian lainnya seperti pelaku pemasaran, transportasi, penyimpanan serta institusi terkait dengan pembangunan pedesaan.

Ke depan penyuluhan pertanian harus efektif dan efisien dengan melibatkan lebih banyak peran petani dan pelaku usaha pertanian lainnya. Metode penyuluhan harus bersifat partisipatif dan sistemik dengan memaduserasikan penyuluhan pertanian swaskarsa, swasta, dan pemerintah. Undang-undang yang mengatur sistem penyuluhan secara holistik dan komprehensif perlu segera diterbitkan seiring dengan semangat pemerintah untuk merevitalisasi peran sektor pertanian. Penyuluhan diharapkan menjadi batu pijakan dalam mewujudkan pembangunan pertanian yang tangguh, produktif, efisien, berdaya saing, dan berkerakyatan (Subandriyo, 2006)

Kesimpulan
Penyuluhan pertanian sebagai salah satu pilar utama pembangunan pertanian di Indonesia saat ini sedang menghadapi berbagai isu strategis yang antara lain desentraliasi, liberalisasi dan demokratisasi serta privatisasi. Terkait dengan hal tersebut, sangat diperlukan kajian-kajian yang mendalam sehingga dapat dirumuskan strategi baru penyuluhan pertanian yang tetap memberikan komitmen kuat dan orientasi untuk pelayanan penyuluhan pertanian yang terbaik bagi client-nya.

Era otonomi daerah nampaknya memiliki prospek yang baik bagi pengembangan penyuluhan pertanian. Meskipun beberapa indikasi empiris menunjukkan terdapat beberapa kelemahan dalam operasionalisasi penyuluhan pertanian, sebenarnya peluang untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi penyuluhan pertanian cukup besar. Diperlukan penyamaan persepsi antara eksekutif dan legislatif lokal tentang peran dan kontribusi penyuluhan dalam pembangunan pertanian dan masyarakat. Otonomi daerah memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih pendek, mengakomodasi isu-isu lokal serta kepihakan yang kuat pada potensi dan kepentingan masyarakat lokal sesuai kearifan local masing-masing daerah dalam penyuluhan pertanian.

Pustaka
Asngari, Pang S. 2003. Pentingnya Memahami Falsafah Penyuluhan Pembangunan dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat, dalam Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan . IPB Press – Bogor.

Chamala, Shankariah, dan P.M. Shingi. 1997. Establishing and Strengthening Farmer Organization. Di dalam : Improving Agricultural Extension : A reference manual. Ed by. Burton E. Swanson, Robert P. Bentz, dan Andrew J. Sofranko. Rome : FAO of the UN.

Mardikanto, Totok. 2003. Redefinisi dan Revitalisasi Penyuluhan Pembangunan, dalam Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. IPB Press – Bogor.

Neuchatel Group, 1999, Common Framework on Agricultural Extension, 19pp, Swiss Corporation Agency, 20 rue Monsieur, 75007, Paris, France.

Presiden Republik Indonesia. 2006. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Dan Kehutanan. Seri online: http://www.deptan.go.id/bpsdm/peraturan/ UU% 20No%2016%202006%20SP3K.pdf. diakses pada tanggal 31 Desember 2008.

Rogers, E.M. 1969. Modernization Among Peasant: The Impact Of Communication. New York: Holt, Rinehart, and Winston, Inc.

Sanusi, Umung Anwar. 2006. Membangun Pertanian Lewat Penyuluhan. Seri online: http://www.pks.or.id/v2/?op=isi&id=868 diakses pada tanggal 31 Desember 2008.

Slamet, Margono. 2003. Perspektif Ilmu Penyuluhan Pembangunan Menyongsong Era Tinggal Landas. Di dalam Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. IPB Press. Bogor.

Subandriyo, Toto. 2006. Penyuluhan dan Keberhasilan Pembangunan Pertanian. Seri online: http://www.suaramerdeka.com/harian/0605/20/opi04.htm diakses pada tanggal 31 Desember 2008.

Sumarno, Linggo. 2005. Teknologi Terapan untuk Masyarakat. Universitas Sanata Dharma Press. Yogyakarta.
Baca Selengkapnya >>

Senin, 19 Januari 2009

10 ebook gratis tutorial blog

Buat anda pecinta ebook gratisan, berikut ini adalah sepuluh ebook berbahasa indonesia yang membahas tentang dunia blogging. Cakupan topiknya cukup luas, mulai dari pengenalan wordpress, blogspot, sampai meningkatkan jumlah pengunjung blog. Ada juga bisa membaca kisah blogger sukses dari Indonesia.

1. Panduan Dasar Wordpress
Sesuai dengan judulnya ebook ini berisi dasar-dasar penggunaan wordpress. Ada banyak topik yang dibahas, mulai dari mengubah setting wordpress, memposting artikel, menggunakan widget, dsb.

Blog: http://blog.rosihanari.net/
Download: PanduanDasarWordpress.zip

2. Tutorial Wordpress
Ebook ini berisi tutorial tentang pembuatan blog di wordpress.com

Blog: http://ustadz.net/
Download: tutorial-wordpress.pdf

3. Kamus Istilah Blogger (Extended Edition)
Ebook ini akan menjelaskan istilah-istilah seputar blogging.

Blog: http://www.blogguebo.com/
Download: EbookKamusIstilahBlogger.pdf

4. Wawancara Eksklusif Bersama Blogger-Blogger Sukses
Ebook ini berisi wawancara dengan delapan blogger profesional dari luar negri dan Indonesia.

Blog: http://www.blogguebo.com/
Download: EbookSeriWawancaraEksklusif.pdf

5. Total Guide : Build a Wordpress Sites
Walaupun judul ebook ini dalam bahasa inggris, namun isinya 100% bahasa indonesia. Ebook ini membahas cara menginstall wordpress, mulai dari download wordpress terbaru, mendaftar hosting gratisan yang support php dan mysql, install wordpress, dsb.

Blog: http://neo.rizkhey.net/
Download: Total_Guide_Wordpress.pdf

6. Cara Mengupload Wordpress ke Website
Topik yang dibahas dalam ebook ini hampir sama dengan ebook di atas, yaitu menggunakan wordpress dengan hosting sendiri (bukan di wordpress.com).

Blog: http://gideon-stat07.web.ugm.ac.id/
Download: cara-uplod-web.pdf

7. Google AdSense Success Story
Ebook ini menceritakan kisah sukses blogger Indonesia dalam mendapatkan penghasilan dari internet.

Blog: http://www.cosaaranda.com/
Download: adsense_success_story.zip

8. Profit Blueprint (versi Bahasa Indonesia)
Ebook ini mengupas kisah sukses Yaro Starak pemilik blog entrepreneurs-journey.com.

Blog: http://blog.firdaus.info/
Download: http://www.lulu.com/content/1333105

9. Step By Step Blogspot Custom Domain
Ebook ini membahasa tentang blogging dengan blogspot tapi dengan menggunakan nama domain sendiri.

Blog: http://www.o-om.com/
Download: http://www.ziddu.com/

10. Kiat Sukses Promosi Blog
Setelah Anda mempunyai blog, langkah berikutnya adalah mendapatkan pengunjung. Nah ebook ini akan membahas bagaimana caranya meningkatkan jumlah pengunjung blog Anda.

Blog: http://www.o-om.com/
Download: http://www.ziddu.com/

Baca Selengkapnya >>

Silahkan tinggalkan jejak anda di komentar postingan, untuk kunjungan balik saya. Terima kasih.... ^_^

Artikel populer