Laman

Rabu, 29 Oktober 2008

DARI PEMBERANTAS BAKTERI SAMPAI MENINGKATKAN DAYA INGAT

Bakal Mati Bosan Berkat Pegagan
Oleh Kompas Cyber Media
Sumber : http://www.depkes.go.id/index.php?option=articles&task=viewarticle&artid=305#
Penulis : Dra. Lucie Widowati, M.Si.Apt; peneliti pada Puslitbang Farmasi dan Obat Tradisional, Jakarta.

Seorang teman bercerita, betapa frustrasinya ia menumpas tuberkulosis (TB) paru-paru. Digempur pakai obat-obatan medis, si penyakit tetap saja eksis. Ia juga panik, karena katanya, bakteri TB bisa kebal terhadap gempuran obat yang diracik apotik. Untunglah, saat nyaris frustrasi, ia “menemukan” pegagan dan kawan-kawan.

Menjalani “takdir” sebagai penderita TB paru-paru memang tak gampang. Jika tidak ulet, alih-alih sembuh, pasien bisa mati bosan. Maklum, proses penyembuhan TB, selain cukup sulit, juga makan waktu lama, berkisar 3 - 6 bulan. Itu pun dengan catatan, pasien berdisiplin minum obat dan rajin memeriksakan diri ke dokter.

Lamanya pengobatan itulah - apalagi jika disertai kendala biaya - yang kerap menyebabkan pasien frustrasi. Ya frustrasi minum obat, ya bosan menanggung derita. Padahal, disiplin minum obat menjadi faktor penentu dalam proses penyembuhan. Pengobatan yang tidak tuntas dapat menyebabkan bakteri TB resisten terhadap beragam obat konvensional, termasuk obat kombinasi.

Dengan kata lain, pasien TB sebenarnya dilarang keras menoleransi kata bosan, apalagi sampai putus asa. Itu sebabnya, buat teman tadi, perjumpaan dengan pegagan dan kawan sejawatnya menjadi sangat berarti. Paling tidak, ia merasa tak “sendiri” lagi menghadapi tuberkulosis. Ketika banyak sanak saudara dan handai taulan menjauh lantaran takut tertular, pegagan dan kawan-kawan menjadi teman paling setia.

Yang paling penting, harga mereka murah dan tak membuat kantung cekak jika dikonsumsi dalam kurun waktu lama.

Mematikan dan bikin bosan

Tuberkulosis pertama kali diketahui keberadaannya tahun 1882 oleh ahli bakteri Jerman, Robert Koch. TB tergolong penyakit menahun nan mematikan.

Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (KRT, 1995), sebagai penyebab kematian secara umum, TB menduduki peringkat ketiga setelah penyakit kardiovaskuler dan infeksi saluran napas. Namun, khusus di kelas penyakit infeksi, ia ada di posisi nomor satu.

TB umumnya dipicu oleh perumahan yang kurang sehat, terutama di tempat yang memiliki tingkat hunian sangat padat. Bisa juga lantaran makanan yang disantap kurang bergizi, serta kurangnya kesadaran dalam menjaga kebersihan lingkungan. TB ditandai oleh hadirnya bakteri tahan asam bernama mikobakteria tuberkulosis yang memiliki sifat rada beda dari kuman lain pada paru-paru.

Sifat-sifat berbeda itu di antaranya cepat mati bila terkena sinar Matahari, cepat mati jika berada dalam air mendidih, dan akan mati setelah 24 jam terkena cairan karbol 5%. Namun sebaliknya, basil tuberkulosis dapat hidup berminggu-minggu dalam ludah, di tempat yang sejuk, dan berbulan-bulan di tempat yang gelap. Ia juga dapat dengan mudah menular lewat hidung atau mulut.

Penderita TB paru-paru, seperti yang terjadi pada teman tadi, merasa badannya lemah dan nafsu makan berkurang. Timbul batuk yang kadang disertai darah (awalnya cuma sedikit), muka pucat dan berat badan terus berkurang, serta suhu badan naik terutama pada petang dan malam hari. Selain itu, pada malam hari penderita sering mengeluarkan keringat, kadang suaranya berubah menjadi parau atau serak.

Dengan suara parau, teman tadi terus bercerita, termasuk pertemuannya dengan seorang kawan lain yang membawa pencerahan. Kata teman sang teman, mengandalkan obat-obat medis memang tidak salah, tapi melengkapinya dengan meminum air rebusan tumbuhan berkhasiat layak dicoba. “Kalau Tuhan mengizinkan, bisa sembuh lebih cepat,” jelasnya.

Sejak itu, asa teman tadi tumbuh kembali. Ia mencoba mencari tahu, beragam tanaman obat yang telah diteliti oleh berbagai institusi penelitian maupun perguruan tinggi di Indonesia. Ia mendapati, ternyata cukup banyak tanaman obat yang secara empiris telah dikenal masyarakat. Beberapa tumbuhan yang sempat tercatat, antara lain pegagan, singawalang, bunga tembelekan, dan bumbu tali.

Menghambat & menghancurkan

Pegagan atau nama kerennya Centella asiatica itu tumbuhan liar yang ada di dataran rendah, sampai sekitar 2.500 m di atas permukaan air laut.

Secara empiris, biasa digunakan sebagai tonik, antiinfeksi, antirematik, penenang, mempercepat penyembuhan luka, dan diuretik. Berbagai penelitian telah dilakukan guna mendukung manfaat empirisnya.

Misalnya, penelitian yang merujuk pegagan sebagai antiinflamasi, antioksidan, antitumor, atau untuk meningkatkan daya ingat (susunan saraf pusat), eksem (luka terbuka), dan hepatitis. Hal itu berkaitan dengan kandungan senyawa yang dimiliki pegagan, yaitu asiaticiside, thankuniside, medecassoside, brahmoside, brahminoside, madastic acid, vitamin B1, B2, dan B6.

Penduduk asli India dan Malaysia konon suka menanam dan menyimpan pegagan dalam bentuk ready stock, agar siap digunakan sewaktu-waktu. Oleh warga dua bangsa itu pegagan lazim disimpan dalam bentuk kering untuk mengobati beragam penyakit. Terkadang mereka juga membuat jus daun segar, yang diminum untuk menghilangkan pusing ringan.

Dari berbagai penelitian in vitro terhadap pegagan menemukan kemampuannya menghancurkan berbagai bakteri penyebab infeksi, seperti Staphylococcus aureus, Escherechia coli, Pseudomonas aeruginosa, Salmonella typhi, dan sejenisnya. Sementara dalam bentuk infus atau ekstrak etanol, tumbuhan ini dipercaya dapat menghambat pertumbuhan bakteri.

Laorpuksa A. dan kawan-kawan dalam penelitian pada 1988 membuktikan, estrak air pegagan dapat melawan bakteri yang menyebabkan infeksi pada saluran napas. Sementara Herbert D. dan kawan-kawan dari Tuberculosis Research Center di India mencoba efek pegagan pada bakteri tuberkulosis H37Rv secara in vitro. Hasilnya, pegagan tidak langsung berefek pada bakteri tuberkulosis. Namun, Herbert menyarankan penelitian lebih lanjut terhadap senyawa aktif asiaticoside.

Feeling Herbert terbukti benar. Berdasarkan penelitian lanjutan, senyawa aktif pegagan itu ternyata dapat melawan Mycobakterium tuberculosis dan Bacillus leprae (Oliver-Bever, 1986). Penelitian berikutnya yang dilakukan Walter H. Lewis juga menyatakan, pegagan termasuk kelompok tanaman yang menghasilkan zat seperti antibiotika dan asiaticoside.

Keampuhan pegagan juga telah diuji coba oleh Boeteau P. dan kawan-kawan, yang menginokulasi binatang percobaan marmut dengan bakteri basilus tuberkulosis selama 15 hari. Injeksi 0,5 ml 4% asiaticoside yang diberikan pada marmut, terbukti dapat mengurangi jumlah lesi tuberkular di paru-paru, hati, dan limpa. Senyawa asiaticoside membuat pegagan tak hanya dapat menghambat pertumbuhan bakteri tuberkulosis, tapi juga berpotensi sebagai imunomodulator - peningkat daya tahan tubuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan berkomentar dengan baik,,,


Silahkan tinggalkan jejak anda di komentar postingan, untuk kunjungan balik saya. Terima kasih.... ^_^

Artikel populer